Jakarta (ANTARA News) - Rencana pemerintah yang akan merevisi beberapa pasal dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya terkait azas "cabotage", mendapat kritikan dari berbagai kalangan, salah satunya Indonesia Maritime Institute (IMI).

Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan kepada wartawan di Jakarta, Selasa, mengatakan, kritikan atas revisi yang diajukan oleh pemerintah melalui Menteri Perhubungan dan Menteri ESDM, yang mengusulkan agar memperbolehkan kapal berbendara asing untuk bisa melayani eksplorasi dan produksi minyak dalam negeri.

Alasannya, katanya, agar produksi tidak terganggu dan kapal-kapal jenis tertentu belum ada di Indonesia, sehingga dinilai hanya akan menguntungkan pihak asing. Seharusnya Harusnya pemerintah konsisten dengan cara memberikan tekanan kepada perusahaan ekplorasi minyak untuk mewajibkan para penyewa kapal untuk aktivitasnya agar berbendera Indonesia, bukan malah ingin mengubah Undang-Undang yang sudah disahkan.

"Mereka juga ingin menambahkan beberapa item terkait penyewaan kapal asing yang sudah kontrak sebelum UU No 17/2008 berlaku, hal ini agar mereka tetap berjalan hingga kontrak tersebut berakhir. Yang menjadi pertanyaan bagaimana jika kontrak tersebut selama 10 atau 20 tahun ke depan. Hal ini sangat tidak logis, seharusnya pemerintah konsisten," kata Paonganan.

Dia mengaku, informasi rencana revisi UU Pelayaran dari kalngan tertentu di Komisi V DPR RI, oleh karenanya IMI dengan tegas menolak upaya pemerintah untuk merevisi UU tersebut, karena dianggap tidak konsisten.

"Kalau ingin membangun Indonesia sebagai Negara Maritim, harusnya asaz cabotage tersebut dijalankan dengan konsisten serta mendorong pertumbuhan industri perkapalan dalam negeri serta memacu perusahaan pelayaran nasional untuk lebih berkiprah menguasai sistem logistik nasional, jika perlu menguasai perdagangan dunia," ujarnya.

Doktor lulusan IPB itu menegaskan bahwa IMI mensinyalir upaya pemerintah untuk merevisi UU No.17 tahun 2008 ini karena sarat kepentingan asing. Menurutnya, pemerintah harus konsisten dan konsekuen dengan skema yang telah ada di UU tersebut karena hal ini akan membuat Indonesia menjadi negara maritim yang disegani di dunia.

"IMI juga mendesak DPR RI untuk tidak menyetujui rencana revisi tersebut karena ini akan berdampak pada penghancuran industri perkapalan dan pelayaran nasional yang sedang bangkit sejak pemberlakuan azas cabotage," katanya.

DPR jangan terpancing dengan adanya upaya-upaya pihak tertentu yang selama ini terindikasi bisa memperjual belikan pasal dan ayat dalam penyusunan maupun revisi UU.

"Jika pasal yang diajukan terkait kontrak kapal asing harus tetap berlaku sampai kontrak tersebut berakhir, akan membuka peluang para pengusaha nakal untuk segera merevisi kontrak hingga puluhan tahun. Kapan azas cabotage itu berlaku," demikian Paonganan.(*)
(R009/K004)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011