Jakarta (ANTARA News) - Indonesian Parliamentary Center memprediksi penyederhanaan partai politik akan menjadi isu sentral pada proses perubahan Undang-Undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

"Penyederhanaan partai politik khususnya yang akan masuk ke DPR menjadi isu sentral dalam perubahan UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD," kata Ahmad Hanafi dari Research dan Study Division Indonesian Parliamentary Center (IPC) dalam Refleksi Akhir Tahun 2010 yang disampaikan kepada pers di Jakarta, Jumat.

Dia mengungkapkan, fraksi-fraksi di DPR akan tarik-menarik mengenai usulan besaran PT (parliamentary threshold) yang akan diterapkan. Fraksi besar seperti Golkar mengusulkan angka 5 persen PT. Sedangkan fraksi kecil cenderung untuk mempertahankan angka 2,5 persen.

Selama ini, kata dia, anggota DPR hanya beranggapan instrumen untuk menyederhanakan jumlah partai politik hanya melalui PT. Padahal pemberlakuan PT memiliki konsekuensi besar, yaitu potensi suara hilang dan bisa mematikan kompetisi partai politik yang pada akhirnya memunculkan oligarki segelintir partai politik saja.

DPRD


Menurut dia, penyederhanaan partai politik tidak hanya dilakukan di DPR saja. Penyederhanaan juga perlu dilakukan di DPRD baik ditingkat Propinsi maupun kabupaten/kota.

Penyerdehanaan jumlah partai politik di DPR dapat dilakukan dengan berbagai cara atau instrumen sistem pemilihan umum, diantaranya dengan memperkecil besaran daerah pemilihan (district magnitude) dari 3-10 kursi setiap Dapil DPR atau 3-12 kursi setiap Dapil DPRD menjadi 3-6 kursi setiap Dapil DPR dan DPRD.

"Dengan menerapkan sistem ini, penyederhanaan akan bisa efektif berjalan tanpa konsekuensi yang begitu besar," katanya.

Dari tiga paket UU politik yang dibahas di DPR di tahun 2010, tampak sekali ada kepentingan partai politik yang mencoba disisipkan dalam perubahan UU. Dalam perubahan UU 22/2007, partai politik mencoba untuk mengkooptasi penyelenggara pemilu dengan masuk dalam penyelenggara pemilu baik di KPU dan Bawaslu (walaupun mengundurkan diri) maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Dalam perubahan UU Partai Politik, partai-partai yang ada di DPR menghambat tumbuh dan berkembangnya partai baru, padahal hal ini dijamin oleh UUD 1945.

Dalam perubahan UU pemilu legislatif partai politik yang ada di DPR ada keinginan untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Pada hakekatnya, kata dia, hal itu merupakan suatu kelumrahan karena memang watak partai politik untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Akan tetapi, menjadi masalah apabila kepentingan partai politik yang diperjuangkan sampai mengorbankan kepentingan bangsa dan negara.

Dalam melakukan perubahan paket UU politik DPR harus lebih terbuka dengan gagasan-gagasan publik, bahkan membuka seluas-luasnya akses publik untuk bisa memberikan masukan karena hal ini juga merupakan amanat UU baik UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

(S023/A041/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010