Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengungkapkan bahwa pembahasan RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum berhasil mencapai titik temu antara keinginan pemerintah dengan DPR.

"Masih ada beda pendapat tentang Dewan Komisioner OJK mencakup unsur keanggotaan dan pemilihannya," kata Harry usai seminar peran pasar modal bagi pertumbuhan ekonomi di Jakarta, Rabu.

Ia menyebutkan, terkait dengan DK, pemerintah mengusulkan adanya dua anggota ex officio yaitu keanggotaan otomatis karena jabatannya di pemerintah (Kemenkeu) dan Bank Indonesia.

"Sebagian anggota DPR menilai ini tidak sesuai dengan semangat independensi OJK sehingga menjadi keberatan anggota dewan," katanya.

Harry mengatakan, anggota DPR sebenarnya bisa menerima kehadiran mereka di DK namun dengan catatan mereka tidak memiliki hak suara.

"Kalau fungsinya hanya untuk fungsi koordinasi sebenarnya tidak perlu punya hak suara, namun pemerintah tetap ngotot mereka punya hak suara," katanya.

Ia menyebutkan, saat ini pembahasan RUU OJK baru dalam satu kali masa sidang dari batas maksimal pembahasan satu RUU sebanyak tiga kali masa sidang.

"Ini baru satu kali masa sidang, kalau dua masa sidang berikut tidak selesai maka kemungkinan OJK tidak bisa dibentuk," katanya.

Ia menyarankan, jika memang ingin membentuk OJK yang tidak independen maka pemerintah sebaiknya mengajukan perubahan UU tentang BI yang mengamanatkan pembentukan OJK yang independen.

Sementara itu Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rachmany mengatakan, jumlah anggota DK OJK mencapai sembilan orang.

"Pemerintah tetap ingin dua anggota ex officio tetap punya hak suara, jumlah seluruhnya kan sembilan anggota," katanya.

Ia menyebutkan, masih ada waktu untuk pembahasan RUU itu karena pengalihan pengawasan terhadap jasa keuangan tidak dilakukan serta merta dalam satu waktu.

(ANT/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010