Jakarta, 5/12 (ANTARA) - Rapat Pleno DPP Himpunan Pengusaha Kosgoro (HPK) 1957 menyoroti rencana Pemerintah DKI Jakarta memungut pajak sebesar 10 persen dari semua usaha restoran dan warung makan beromset Rp5 juta/bulan.

Ketua Umum HPK 1957 Emil Abeng di Jakarta, Minggu, menyetujui pendapat rapat tersebut dan meminta DPRD DKI Jakarta mengkaji lebih dalam rencana pembuatan peraturan daerah tentang pajak tersebut.

HPK 1957 berpendapat, dari segi pendapatan daerah, pungutan terhadap usaha termasuk Warung Tegal (Warteg) itu tidak terlalu signifikan. Namun dampak yang terjadi berimplikasi jauh terhadap usaha kecil yang selama ini menjadi jaring pengaman kemiskinan.

"Kita menyadari usaha Warteg telah menjadi penopang sebagian warga Jakarta yang memilih makan di warung murah. Jika sampai dikenakan pajak, bukan tidak mungkin memberatkan usaha ekonomi rakyat ini," tambah Anggota Komisi VI DPR ini.

Jika sampai Pemerintah DKI Jakarta tega menerapkan kebijakan ini, bisa menuai tuduhan bahwa pemerintah tidak berpihak pada kepentingan rakyat kecil.

"Kita setuju pajak atau retribusi menjadi kewajiban bagi setiap warga. Namun pilihan mengenakan terhadap usaha kecil yang selama ini kita akui menjadi salah satu faktor pengaman kemiskinan sungguh kurang bijaksana," katanya.

Apalagi saat ini mayarakat sedang benar-benar menyoroti kinerja instansi pajak dengan munculnya kasus Gayus pegawai golongan III Direktorat Pajak yang memiliki uang tunai miliaran rupiah.

Justru seharusnya, pemerintah lebih intensif memungut pajak para pengusaha besar dan kaya.

Emil yang memimpin rapat didampingi Sekjen HPK 1957 Elvis Djunaidi, Bendahara Umum Dina Risyad dan Ketua Djonharro juga menyatakan, pemerintah saat ini terkesan kurang melindungi para pedagang kecil.

Bahkan kinerja Menteri Perdagangan yang memperluas pembebasan impor berbagai barang khususnya buatan China, justru memberi citra ketidakpedulian terhadap pembinaan dan perlindungan produksi dalam negeri.

Warteg salah satu produk murah dan asli Indonesia, jika mendapat tekanan dengan kewajiban membayar pajak akan berpengaruh baik dalam usaha itu tersendiri maupun juga para konsumen yang umumnya warga berpenghasilan rendah.

Padahal usaha warung makan ini selain bisa menyerap tenaga kerja, juga memberi pilihan kepada konsumen menikmati makanan dengan harga terjangkau.

Rapat pleno yang dihadiri sejumlah pengurus DPD HPK 1957 Kalimantan Timur, Lampung, Banten, dam Kalbar juga mengesahkan program kerja organisasi setelah delapan bulan kepengurusan hasil Munas-I HPK 1957 menyelesaikan konsolidasi organisasi.

Pada tahun kedua, HPK 1957 akan lebih berperan menggarap berbagai potensi usaha khususnya yang terbuka di daerah.

Beberapa hal yang juga menjadi pembicaraan dalam rapat pleno itu adalah masalah koperasi usahawan Kosgoro 1957, peluang pemanfaatan tenaga kerja, peluang usaha beras dan juga usaha-usaha produk dalam negeri termasuk jamu.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif Korgoro 1957 HR Agung Laksono juga tampak hadir dan sekaligus menerima nasi tumpeng HUT HPK 1957 dari tangan Ketua Umum DPP HPK Kosgoro 1957 Emil Abeng.

Pada kesempatan itu Agung yang juga Menteri Koordinator Bidang Kesra menyampaikan selamat dan mengingatkan agar jajaran pengurus HPK 1957 mulai mencari peluang usaha skala besar.

HPK 1957 yang selama ini memperjuangkan para pengusaha kecil dan menengah, tidak meninggalkan idealismenya jika kini mengarahkan ke bisnis-bisnis seperti perkebunan dan migas. (D011/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010