Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta pemerintah segera membentuk badan peradilan khusus pilkada yang merupakan amanat Pasal 157 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang harus dilaksanakan.

"Badan peradilan khusus ini nantinya memiliki kewenangan mengadili seluruh perkara hukum berkaitan dengan pelaksanaan pilkada, seperti perkara perselisihan hasil pilkada, administrasi pilkada, dan perkara tindak pidana pilkada," kata Guspardi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan enggan memperdebatkan lagi masalah terkait penting atau tidak badan peradilan khusus yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara perselisihan dan sengketa pilkada karena sudah tertuang dalam UU Pilkada.

Menurut dia, selama ini penyelesaian perselisihan pilkada dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga jika badan peradilan khusus tersebut dibentuk maka MK tidak lagi menangani sengketa pilkada.

Baca juga: Anggota DPR minta amendemen UUD NRI 1945 ditunda

"Sehingga MK bisa lebih fokus menangani hal-hal yang di luar masalah sengketa pilkada. Sebaiknya badan peradilan khusus ini berada di bawah MA tetapi dengan unit tersendiri," ujarnya.

Dia menilai jika badan peradilan tersebut berada di bawah MA maka akan menjadi salah satu kamar di Pengadilan Negeri, sama seperti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merupakan pengadilan khusus, berada di lingkungan peradilan umum.

Namun, menurut dia, apakah badan peradilan pilkada itu sifatnya ad hoc atau tidak, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk melakukan kajian tetapi proposional untuk menangani pilkada.

"Pengadilan khusus pilkada tersebut dijalankan oleh hakim-hakim yang memiliki kompetensi di bidang pilkada. Jika dibentuk lagi lembaga baru tentu membutuhkan waktu yang lama dan berkonsekuensi kepada anggaran," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR minta Mendagri terbitkan edaran soal pos anggaran daerah

Menurut dia, pelaksanaan pilkada hanya sekali lima tahun sehingga membuat format lembaga peradilan khusus tersebut perlu dicermati.

Dia mengatakan kalau hanya mengadili permasalahan pilkada, sebaiknya bersifat ad hoc saja dan berkedudukan di setiap ibu kota provinsi sehingga mudah diakses oleh semua kabupaten/kota di daerah masing-masing.

"Begitu pun perkara yang ditangani badan peradilan khusus ini hanya menangani perkara pilkada di tingkat daerah saja. Sedangkan penanganan perkara sengketa hasil pemilu tingkat nasional tetap menjadi kewenangan MK," katanya.

Namun, menurut dia, yang perlu ditegaskan adalah keputusan yang dihasilkan badan peradilan khusus pilkada harus bersifat final dan mengikat seperti putusan MK.

Baca juga: Anggota DPR: KPU siapkan dua opsi skenario pelaksanaan Pemilu 2024

Selain itu, menurut dia, waktu penyelesaian sengketa pilkada yang ditangani harus dibatasi sehingga setiap perkara yang diputuskan di badan pengadilan khusus pilkada merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir.

"Begitu juga keputusannya bersifat mengikat dan menutup peluang untuk melakukan banding, kasasi, dan lain sebagainya. Demi peradilan cepat dan kepastian hukum dalam memutuskan perkara dalam pilkada," ujarnya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021