Jakarta (ANTARA) - Tim badan legislasi (Baleg) DPR memaparkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dalam rapat pleno di gedung Senayan Jakarta, Senin.

"Ini merupakan draft awal RUU PKS oleh badan legislasi DPR," kata perwakilan tim penyusun, Sabari Barus.

Baca juga: Menkominfo dukung RUU PDP selesai pada Masa Sidang I

Draft RUU PKS terdiri dari 11 bagian atau bab dengan 40 pasal.

Bab satu merupakan ketentuan umum, dimana dalam RUU tersebut kekerasan seksual diartikan setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau non fisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu, untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual dan kerugian secara ekonomis.

Sementara tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.

Bab dua kata Barus menjelaskan tentang TPKS. Terdapat lima jenis TPKS yang diatur dalam RUU yakni pelecehan seksual, pemaksaan memakai alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual dan TPKS yang disertai dengan perbuatan pidana lain.

Selain itu, diatur pula tindak pidana pemberatan dan pidana tambahan, yang meliputi pencabutan hak asuh anak atau pengampunan, pengumuman identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pembayaran restitusi dan/atau pembinaan khusus.

Kemudian, diatur pula rehabilitasi bagi pelaku kepada terpidana anak yang berusia di bawah 18 tahun atau terpidana pada perkara pelecehan seksual. Jenis-jenis rehabilitasi antara lain rehabilitasi medis, psikologis, psikiatrik dan sosial.

Selanjutnya dalam draft RUU juga diatur TPKS korporasi dipidana dengan pidana denda dan pidana tambahan TPKS oleh korporasi berupa pembayaran restitusi, pembiayaan pelatihan kerja, perampasan keuntungan yang diperoleh dari TPKS, pencabutan izin tertentu, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi hingga pembubaran korporasi.

Baca juga: Baleg DPR RI gelar rapat pleno penyusunan RUU PKS

"Pengurus korporasi dihukum sesuai ketentuan pidana dalam RUU ini," ujar Barus.

Pada Bab tiga, diatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan TPKS. Dimana orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa atau saksi dalam perkara TPKS.

Kemudian orang yang membantu pelarian pelaku TPKS dari proses peradilan pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun.

Kriteria membantu pelarian pelaku diantaranya memberikan atau meminjamkan uang, barang atau harta kekayaan lain kepada pelaku. Menyediakan tempat tinggal bagi pelaku, menyembunyikan pelaku atau menyembunyikan informasi keberadaan pelaku.

Bab empat diatur tentang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terkait TPKS. Kemudian Bab lima mengatur tentang pencegahan, dimana pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pencegahan kekerasan seksual.

Baca juga: Puan: DPR 76 tahun terus mendengar aspirasi rakyat

Bab enam mengatur peran serta masyarakat, dimana peran serta dibutuhkan dalam mencegah kekerasan seksual diwujudkan dengan tindakan diantaranya sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekerasan seksual.

Selanjutnya Bab tujuh mengatur tentang koordinasi dimana pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan koordinasi secara berkala dan berkelanjutan untuk mengefektifkan pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual.

Bab delapan mengatur tentang pendanaan, dimana pendanaan dibebankan pada APBN dan APBD. Selanjutnya Bab sembilan diatur tentang kerjasama internasional, dimana untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan, penanganan atau pemulihan kekerasan seksual, pemerintah melaksanakan kerja sama dengan pihak asing.

Bab sepuluh mengatur tentang ketentuan peralihan, dimana saat undang-undang berlaku, perkara TPKS yang masih dalam proses penyelesaian di tingkat penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan undang-undang yang mengaturnya. Terakhir Bab sebelas mengatur ketentuan penutup.

Wakil ketua Baleg DPR RI Willy Aditya saat memimpin rapat pleno RUU PKS menyatakan RUU tentang PKS merupakan usul inisiatif Baleg masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2021 yang disetujui pada 14 Januari 2021

Willy menjelaskan rapat legislasi dengan agenda mendegarkan pemaparan tim ahli atas hasil penyusunan draft awal setelah dilakukan lima kali rapat dengar pendapat umum (RDPU).

Baca juga: Puan: Perlu reformasi pendidikan bangun SDM yang adaptif teknologi

Pewarta: Fauzi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021