Jakarta (ANTARA News) - Jajak pendapat yang dilakukan terhadap masyarakat di 22 kota se-Jawa dan Bali menunjukkan bahwa 59,7 persen menerima keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

"Angka ini naik daripada jajak pendapat yang juga telah kami lakukan tiga bulan lalu, dimana 57,6 persen yang menerima," kata Pakar Komunikasi Politik UI Prof Dr Ibnu Hamad yang diminta Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan survei pendapat masyarakat terhadap PLTN, di Jakarta, Rabu.

Dari 3.000 responden yang diwawancarai pada jajak pendapat kedua pada 8-20 November 2010 ini, sebanyak 25,5 persen masyarakat yang menolak dan 14,8 persen yang menjawab tidak tahu.

"Jadi setelah dilakukan sosialisasi selama tiga bulan dengan berbagai iklan layanan masyarakat dan lainnya, terbukti penerimaan naik hampir tiga persen, dimana ketidaktahuan masyarakat tentang PLTN menurun," katanya.

Berdasarkan wilayah yang paling banyak mendukung di jajak pendapat kedua ini adalah masyarakat Jawa Timur yakni Surabaya, Malang dan Sumenep sebanyak 69,1 persen, dan Denpasar 67,1 persen.

Sedangkan yang menerima kebanyakan adalah kelompok pelajar dan mahasiswa sebesar 77,4 persen, disusul aparat pemerintah 74,6 persen, sementara yang penerimaannya terkecil di kelompok masyarakat umum 54,3 persen.

"Alasan responden menerima keberadaan PLTN sebagian besar adalah untuk kestabilan pasokan energi, kontribusi pada pengembangan iptek dan karena program pemerintah," katanya.

Sedangkan yang menolak alasannya karena khawatir terjadi kebocoran dan kecelakaan reaktor nuklir, khawatir digunakan untuk senjata nuklir dan pencemaran radioaktif.

Sementara itu Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, DPR sangat mendukung pembangunan PLTN dan mengingatkan semua pihak bahwa energi nuklir merupakan opsi yang tetap harus dipilih di samping energi alternatif lainnya.

"Energi alternatif lain seperti surya dan angin memang efektif, tapi kalau hanya mengandalkan dua energi alternatif tersebut tak akan ada industri yang bisa berinvestasi, karena keduanya hanya mampu mengatasi kebutuhan listrik skala rumah tangga. Sedangkan nuklir adalah energi skala besar," katanya.

Hadir pula dalam konferensi pers tersebut Kepala Batan Dr Hudi Hastowo, Dirjen Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi KESDM Luluk Sumiarso. (*)
(D009/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010