Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto mengatakan bahwa penerimaan kendaraan listrik (EV) di Indonesia akan bergantung pada ketersediaan infrastruktur yang dibangun pemerintah maupun swasta.

Riyanto mengatakan, industri otomotif berpenggerak listrik bisa melihat perkembangan marketplace di Indonesia yang awalnya lambat, namun bisa bertumbuh setelah pembangunan infrastuktur jaringan telekomukasi diperluas.

"Saya yakin (mobil listrik) jika eranya sudah masuk itu akan berkembang. Seperti marketplace saat infrastruktur belum tumbuh. Namun setelah infrastruktur dan ekosistem IT mendukung, langsung booming juga. Begitu juga saya kira di kendaraan listrik," jelas Riyanto kepada ANTARA, Kamis.

Baca juga: Pengembangan mobil listrik mesti selaras pembangunan infrastruktur

Ia mengatakan, produsen mobil dan pemerintah tidak bisa memaksakan penjualan mobil listrik dalam waktu dekat. Sebab hal itu dapat menimbulkan masalah jika infrastruktur pengisian listrik, servis kendaraan hingga suku cadang baterainya belum banyak tersedia.

Selain itu, harga kendaraan listrik yang lebih mahal dari mobil bermesin bensin juga menjadi kendala, di mana konsumen akan lebih memilih mobil dengan harga yang lebih terjangkau.

"Situasi sampai tahun 2025-2030 itu kan target penjualan kendaraan listrik 20 persen, dan untuk mendekati itu masih mustahil," ucap dia.

Indonesia telah memulai upaya percepatan kendaraan listrik melalui Peraturan Presiden Nomor 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.  Produksi mobil listrik di Indonesia ditargetkan mencapai 600 ribu unit dan sepeda motor listrik 2,45 juta unit pada 2030.

Selain mobil listrik, peneliti LPEM UI itu juga berpesan agar pemerintah dan swasta tetap mengembangkan biodiesel sebagai solusi bahan bakar yang mendatangkan nilai ekonomis serta bersifat lebih ramah lingkungan. Biodiesel akan lebih menguntungkan daripada solar biasa karena bisa diproduksi di dalam negeri dan menjadi bahan bakar industri dan transportasi umum maupun logistik.

"Dengan mengembangkan sumber daya yang kita miliki itu akan jauh lebih menguntungkan. Kita kembangkan saja itu biofuel sawit, solar dari sawit itu kan bagus juga untuk lingkungan sekitar dan mereduksi CO2 juga baik ya," kata Riyanto.

Baca juga: Volvo: Keberhasilan penjualan EV bergantung infrastruktur

Baca juga: Tantangan bangun infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia

Baca juga: Volkswagen siapkan 150.000 stasiun pengisian listrik mulai bulan depan
Pewarta:
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021