Brussel (ANTARA News) - Indonesia dan Malaysia sepakat untuk bekerjasama dalam mengembangkan kelapa sawit sebagai salah satu sumber energi terbarukan.

Kesepakatan itu disampaikan Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Tan Sri Bernard Dompok dan Wakil Menteri Pertanian RI DR Bayu Krisnamurthi usai mengadakan pertemuan dengan komisi Eropa di Brussel, Selasa siang.

Joint Statement kedua negara serumpun itu dilakukan setelah mengadakan serangkaian diskusi dengan Jane Potocnik dari Komisi Lingkungan Uni Eropa, Connie Hedegaar dari Komisi Climate Action, Guntter Oettinger dari Komisi Energi serta Komite Pembangunan Nirj Deva dan Ketua Komite pengembangan tanaman Paolo de Castro.

Usai mengadakan serangkaian pertemuan kedua menteri mengelar acara makan siang bersama dengan anggota Parlemen Eropa dengan tuan rumah Martin Callanan MEP itu hadir Dutabesar RI untuk Kerajaan Belgia merangkap Keharyapatihan Luxemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno .

Wakil Menteri Pertanian DR Bayu Krisnamurthi mengatakan Isu yang berkembang selama diskusi dan menjadi konsen diantaranya keputusan Directive 2009/28/EC mengenai promosi pengunaan energi dari sumber sumber energi yang diperbaruhi, serta produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.

Selain itu juga masalah Indirect land use change (ILUC), seritikasi Biofuel, revisi dari energi terbarukan dan High Biodiversity Grassland.

Bagi Indonesia dan Malaysia industri kelapa sawit sangat penting dalam pembangunan ekonomi yang menyerap lebih dari delapan juta tenaga kerja di kedua negara.

Sayangnya industri minyak kelapa sawit banyak ditentang oleh berbagai organisasi masyarakat yang bergerak di lingkungan yang banyak diantaranya tidak mengerti mengenai keuntungan tanaman kelapa sawit bagi masyarakat.

DR Bayu Krisnamurthi mengatakan keuntungan yang diperoleh dari minyak kelapa sawit 10 kali lebih ketimbang minyak yang dihasilkan oleh tumbuhan kacang kacangan lainnya.

Kedua negara sepakat untuk mengembangkan Energi Terbarukan yang berasal dari kelapa sawit yang memiliki banyak keuntungannya, baik bagi Indonesia maupun Malaysia, kelapa sawit menjadi komoditi yang sangat penting .

Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok minyak kelapa sawit terbesar dunia termasuk ke Eropa yang mencapai sekitar 90 persen. Sementara 42 persen produksi di Indonesia berasal dari petani kecil, sementara Malaysia juga mencapai 40 persen.

Industri kelapa sawit telah berhasil mengetaskan kemiskinan, kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar pada produksi kelapa sawit yang berkelanjutan yang pada tahun 2010 memproduksi sebesar 21 juta ton CPO dari sekitar 7,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit.

Sementara itu total produksi minyak kelapa sawit dunia mencapai 44,3 juta ton pada tahun 2010.

Terdapat sekitar 1,5 juta petani kecil yang bergerak dalam industri kelapa sawit, dan banyak diantaranya yang dapat mengangkat dirinya dari kemiskinan melalui kelapa sawit.

Sebelum tahun 2000 pendapatan rata rata petani kelapa sawit saat ini mencapai 1000 sampai 1100 euro pertahun dan hanya sekitar 37 persen menghasilkan hanya 600 sampai 700 euro pertahunnya.

Pada tahun 2009 pendapatan petani rata rata naik dua kali lipat menjadi 2000 euro pertahun, sementara petani yang sebelumnya memiliki penghasilan kurang dari 700 euro berkurang 16 persen..

 Energy yang dihasilkan dalam satu hektar lahan minyak kelapa sawit 3,74 ton pertahun dengan energy yang dihasilkan sebesar 9 kali lipat , sementara kacang kedelai hanya menghasilkan 0,38 ton dan bunga matahari 0,48 ton.

 Hasil study Indonesia menurut Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia DR Rosedana Suharto, menunjukan default value minyak sawit mencapai 60 persen . Oleh karena itu Indonesia merasa diperlukannya dialog antara Uni Eropa dan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

Uni Eropa menetapkan standar default value minyak sawit sebesar 19 persen, sementara yang dibutuhkan 35 persen untuk biofuel. Uni Eropa mengakui Renewable Energy Directive Uni Eropa (EU-RED) masih terbuka dengan masukan dari berbagai Negara agar dapat menghaslkan kebijakannya yang tepat dan mengguntungkan semua pihak. (ZG/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010