"Batubara merupakan salah satu sumber devisa negara yang besar. Selain itu, sangat banyak masyarakat yang kehidupannya tergantung dari hasil batubara," katanya di Jakarta, Kamis.
"Di sana ada jutaan orang yang kehidupannya sangat tergantung dari batubara," katanya lagi. Untuk itu Lalu Mara meminta agar pihak-pihak terkait tidak terlalu memikirkan pendapat LSM tersebut.
Dalam acara diskusi peluncuran laporan jejak kerusakan batubara, di Jakarta, Rabu (3/11), Greenpeace, Walhi, dan Jatam meminta agar pemerintah dan perusahaan nasional tidak memberdayakan batubara.
"Batubara memang murah. Namun efeknya sangat mahal. Mulai dari kerusakan hutan ketika pembukaan pertambangan batubara, sampai kerusakan lingkungan, manusia, dan iklim," ujar Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
Lalu Mara justru meminta semua pihak termasuk mereka untuk membantu menciptakan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sementara anggota Komisi VI DPR RI Prof Hendrawan Supratikno mengatakan, jika Indonesia tidak menggunakan batubara maka hasil tambang itu harus diekspor. Jika itu terjadi maka asing yang untung, padahal Indonesia membutuhkan batubara untuk mengurangi penggunaan BBM.
Menurut Hendrawan, kalau PLN menggunakan batubara sebagai sumber energinya, maka daya saing Indonesia di pasar global bisa lebih baik ketimbang menggunakan energi lain yang jauh lebih mahal. Untuk itu, ia meminta agar hati-hati tersebut desakan agar penggunaan batubara dikurangi.
Hendrawan malah balik mendesak agar LSM termasuk Greenpeace tidak menggunakan standar ganda dalam berkampanye. Artinya, ketika mereka mengkritik negara-negara lain, standarnya jangan berbeda dengan standar kritikan yang ditujukan kepada Indonesia.(*)
(L.U002/R009)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Trus, gimana dengan listrik dan pabrik2 kita?
Kita masukkan aja orang2 grinpiss itu jadi bahan bakar altenatif. Terutama anggotanya yang orang Indonesia dibakar duluan.