Jakarta (ANTARA News) - Intensitas curah hujan yang cukup tinggi dan kemungkinan banjir di ibukota Jakarta musim hujan ini bisa dikurangi sejak dari dimulainya pembentukan awan dengan teknologi modifikasi cuaca.

"Teknologi modifikasi cuaca difokuskan pada pengendalian awan sebagai sumber dari curah hujan," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Samsul Bahri, di sela-sela Seminar "Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Energi dan Lingkungan yang Lebih Baik" di Jakarta, Rabu.

Dikatakan Samsul, ada tiga sumber curah hujan di Jakarta. Yakni curah hujan yang merupakan hasil konveksi (penguapan) dari wilayah Jakarta sendiri dan curah hujan yang berasal dari konveksi di laut Jawa yang terbawa angin dan kemudian berkumpul dalam bentuk awan di langit Jakarta.

Selain itu, curah hujan yang berdasarkan orografik atau pertumbuhan awan di lereng gunung tempat hulu sungai-sungai di Jakarta seperti Gunung Gede, Pangrango dan Gunung Salak yang kemudian menuju langit Jakarta.

"Jadi sebelum awan-awan itu membesar kita bisa memecah dia menjadi awan-awan kecil atau jika sudah terlanjur matang dijatuhkan dengan intensitas hujan yang kecil sebelum sampai di Jakarta," katanya.

Sebelum dilakukan modifikasi cuaca tersebut, lanjut dia, kondisi awan harus dipantau lebih dulu melalui radar bergerak (mobile) yang sudah dimiliki oleh BPPT.

Jika kondisi awan seperti usia awan sudah beberapa jam dan berapa menit, kandungan awan dan lainnya sudah diketahui, mulailah pihaknya melakukan penyemaian awan.

Untuk menghentikan pertumbuhan awan, penyemaian dilakukan dengan bahan semai Natrium Klorida (NaCl) dengan ukuran di bawah 10 mikron, sedangkan untuk mempercepat turunnya hujan, awan disemai dengan butiran NaCl seukuran 30-100 mikron, ujarnya.

Penyemaian awan bisa dilakukan secara konvensional ditabur melalui lubang khusus di pesawat, atau bisa dengan sistem "flare" atau ditembakkan melalui mercon ke awan.

BPPT, ujar dia, memiliki lima pesawat jenis Casa 212-200 untuk melakukan penyemaian awan.

Ia mengatakan, teknologi modifikasi cuaca memang mahal dimana tarif sesuai PP untuk Jakarta mencapai Rp110-115 juta per hari sehingga untuk operasional sebulan dibutuhkan sekitar Rp3,5 miliar.

"Jika dibandingkan dengan anggaran Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi banjir yang sampai ratusan miliar, apalagi jika dibandingkan dengan kerugian warga Jakarta akibat banjir, nilai itu kecil," ujarnya.

Tahun 2002, Pemprov DKI Jakarta pernah meminta BPPT melakukan modifikasi cuaca selama lima hari untuk mengurangi banjir, ujarnya. "Sebagian awan kami buang ke Sukabumi. Hasilnya curah hujan di Jakarta memang berkurang."

Sebelumnya Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sri Woro pada acara yang sama mengatakan, kondisi curah hujan di Jakarta akan terus tinggi seperti hari-hari terakhir ini sampai Februari 2011.
(T.D009/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010