Blitar (ANTARA News) - Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar, Jawa Timur, siap membantu Wahyu Muhibullah (4), seorang balita anak pasangan Baidowi (45) dan Muslikah (40), warga Lingkungan Ngrebo, Kelurahan Gedok, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, yang tidak mempunyai anus sejak kecil.

"Pemerintah sudah mendengar tentang hal itu. Kami akan upayakan membantunya," ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kota Blitar Hadi Maskun di Blitar, Rabu.

Ia mengaku prihatin dengan kondisi anak tersebut. Pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin membantunya.

Pihaknya akan melakukan cek, tentang kondisi keluarga tersebut. Jika mereka sudah masuk dalam jamkesmas, bisa dipastikan untuk biaya akan dibantu pemerintah pusat. Namun, jika mereka belum masuk Jamkesmas, mereka bisa mengajukan Jamkesda.

"Jika mereka keluarga tidak mampu, bisa dibantu lewat Jamkesmas. Namun, jika mereka belum masuk kuota Jamkesmas, mereka bisa mengajukan lewat Jamkesda," ujarnya mengungkapkan.

Kondisi Wahyu Habibullah sungguh memprihatinkan. Sejak kecil, balita ini harus hidup tanpa saluran pembuangan kotoran atau anus, sehingga ia tidak dapat membuang kotoran sebagaimana mestinya.

Baidowi, yang merupakan ayah Wahyu mengaku pernah memeriksakan kondisi anaknya di Rumah Sakit Mardi Waluyo, Blitar. Bahkan, sejak berumur dua hari, anaknya itu sudah dioperasi guna membuat saluran pembuang kotoran melalui perutnya sebelah kiri, dengan biaya sendiri.

Namun, setelah dioperasi, pihak rumah sakit merujuk anaknya itu untuk dirawat di Malang, dengan alasan keterbatasan alat. Saat di RS Syaiful Anwar Malang ini, anaknya hanya diperiksa dan diberi obat, tanpa dioperasi. Keluarga akhirnya membawa pulang Wahyu.

Walaupun begitu, pihak rumah sakit meminta setiap pekan anaknya harus diperiksa ulang di rumah sakit, untuk mengetahui kondisinya.

Baidowi sendiri mengaku sangat sedih melihat kondisi anaknya. Seharusnya, pihak rumah sakit memberi penjelasan dan kepastian untuk dilakukan operasi, sehingga ia bisa hidup dengan normal.

Namun, ia juga mengaku sudah tidak mampu lagi untuk memeriksakan kondisi anaknya. Penghasilannya yang hanya sebagai pekerja bangunan dan istrinya yang hanya berjualan sayur tidak mencukupi untuk membayar biaya operasi yang nominalnya hingga puluhan juta.

Muslikah yang ditemui mengaku dulu pernah didata perangkat kelurahan untuk dimasukkan menjadi peserta kesehatan. Namun, hingga kini tidak ada kabar, dan ia tidak mengetahui harus bagaimana lagi.

"Dulu pernah didata, namun tidak tahu hingga kini kabarnya," ujarnya mengungkapkan.

Ia berharap, anaknya segera mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Terlebih lagi, tahun depan ia sudah seharusnya masuk sekolah di taman kanak - kanak, sehingga dikhawatirkan akan membuat psikologisnya terganggu.  (ANT-073/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010