Jakarta (ANTARA News) - Tanggal 20 Oktober mendatang usia pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono memasuki satu tahun, banyak pihak yang meramalkan jelang satu tahun masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II ini akan terjadi perombakan.

Sesuai dengan tuntutan iklim politik dan semangat reformasi yang digulirkan 12 tahun lalu maka Presiden Yudhoyono saat terpilih dalam masa jabatan keduanya menggunakan pendekatan integritas dan basis kinerja untuk memilih para menteri yang akan bersama-sama menjalankan target pemerintah hingga akhir masa pemerintahan pada 2014 mendatang.

Pengamat politik senior Prof Dr Tjipta Lesmana mengatakan, walaupun sudah dipilih melalui serangkaian uji kelayakan dan kepatutan sebelum masuk ke dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II, namun kinerja kabinet selama satu tahun belum memuaskan.

"Kurang bagus, pemerintahan yang kedua ini dilihat dari setahun perjalanannya tidak bagus karena menteri yang tidak cakap. Sebagian menteri tidak pada posisi semestinya, tidak punya pengalaman dan pendidikan di bidang terkait," katanya kepada ANTARA.

Secara gamblang, Tjipta menyebutkan ada tujuh sampai delapan posisi menteri yang menurutnya tidak bekerja maksimal, selain karena pengetahuan atas bidang yang ditangani kurang, juga karena kinerja yang tidak memuaskan.

"Menkumham pengetahuan hukumnya kurang karena berasal dari politisi. Sementara Freddy Numberi gagal di bidang perhubungan. Saat di kelautan dulu juga gagal, perhubungan dan kelautan adalah dua bidang sangat berbeda," katanya.

Posisi lain yang layak dievaluasi, kata Tjipta, adalah Menkominfo dan Menakertrans. Keduanya menurut pengamat politik senior itu memiliki kelemahan dalam menjalankan tugasnya, sementara Hatta Rajasa dinilainya salah posisi.

Kinerja menteri dalam masa Kabinet Indonesia Bersatu II ini sebetulnya telah memiliki kriteria penilaian dan target yang jelas.

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Heru Lelono kepada ANTARA, mengatakan dalam menilai kinerja menteri-menterinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan sejumlah parameter dalam kontrak kerja yang telah disanggupi oleh masing-masing menteri saat uji kelayakan dan kepatutan.

"Yang pertama dari kontrak kerja. Yang kedua adalah kinerja yang berdasarkan rencana aksi yang sangat detail dan diawasi oleh UKP4 dan yang ketiga Presiden menilai dari masukan publik," katanya.

Heru menjelaskan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto itu memberikan laporan rutin kepada Presiden mengenai pencapaian rencana aksi dari setiap kementerian.

"Misalkan satu kementerian bilang akan membuat pasar di lokasi tertentu, namun setelah dicek hal tersebut belum terwujud nah itu kemarin yang diributkan ada kementerian yang mendapatkan nilai merah, sebetulnya karena rencana aksinya belum terlaksana," katanya.

Heru mengatakan, Presiden Yudhoyono dalam upayanya memantau kinerja para menteri juga menggunakan parameter survei.

"Presiden mengatakan ia percaya survei, kenapa dilakukan survei? Presiden bilang pemerintah bisa bikin kebijakan bagus dan itu harus dilaksanakan untuk rakyat, namun tahu diterima atau tidak bisa dengan survei," kata Heru.

Meski demikian Heru mengatakan, tidak mungkin Presiden menyebutkan ia menggunakan data atau melihat dari hasil survei mana.

Perbaikan

Dari catatan setahun perjalanan kabinet Indonesia Bersatu II dengan sejumlah masalah yang dihadapi dan kinerjanya, Tjipta mengatakan, Presiden Yudhoyono perlu melakukan reshuffle bagi perbaikan kinerja kabinetnya.

Dijelaskannya, perbaikan kinerja kabinet mutlak diperlukan, bukan hanya untuk menuntaskan masa pemerintahan hingga 2014 mendatang, namun juga bagi kesinambungan pemerintahan pasca pemilu 2014.

"Jadi banyak orang bertanya (pada saya tentang reshuffe-red), reshuffle 99 persen sudah pasti terjadi, 1 satu persen Tuhan yang menentukan. SBY sadar beberapa menteri tidak cakap," katanya.

Ia menambahkan meski Presiden Yudhoyono tidak lagi bisa menjabat sebagai Presiden pada 2014 berdasarkan konstitusi namun keberhasilan pemerintahan hingga 2014 mendatang akan membantu Demokrat dalam kepemimpinan nasional mendatang.

"Kalau pemerintahan sekarang terseok, hancur Demokrat, demi mengamankan R1 di 2014, dia wajib merombak kabinet agar kinerja pemerintahan lebih baik dan meningkat," tegas Tjipta.

Heru Lelono sendiri mengatakan, bila pada saatnya nanti Presiden Yudhoyono melakukan reshuffle, ia tidak akan merasa kaget.

"Kalau Presiden melakukan reshuflle saya tidak kaget, kalau ada yang diganti ya nggak kaget, ada kontrak kinerja," katanya.

Ia menjelaskan, suatu saat Presiden Yudhoyono pernah mengatakan padanya bahwa Presiden ingin mendorong tradisi bahwa pemerintahan sebelumnya harus meninggalkan hal-hal yang baik bagi pemerintahan selanjutnya.

"Presiden bilang ke saya, saya kepingin membentuk tradisi bahwa pemimpin harus meninggalkan kemudahan bagi penggantinya," kata Heru.

Ditambahkannya, bila kemudian ada reshuffle, bisa jadi hal tersebut menjadi salah satu alasannya.

Parpol

Tjipta menjelaskan, adanya sejumlah posisi di kabinet yang ditempati oleh figur yang tidak tepat, tidak lepas dari kompromi Presiden Yudhoyono dengan parpol khususnya partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat.

"Kabinet seperti ini karena terlalu mendengar parpol," tegasnya.

Karena itu, Tjipta meminta agar Presiden saat melakukan reshuffle memperhatikan profesionalitas dan kapabilitas sosok yang akan ditempatkan.

"The right man on the right place," cetus Tjipta Lesmana.

Ia khawatir bila hal tersebut tidak dilakukan maka kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah akan merosot.

Tjipta mengatakan, dari sejumlah survei yang digelar oleh lembaga survei, mengindikasikan popularitas pemerintah berkurang. Menurutnya penting segera diambil langkah nyata, walaupun komunikasi politik penting, menurut Tjipta lebih penting adalah memenuhi ekspektasi masyarakat akan kesejahteraan.

Sementara itu, Heru Lelono menanggapi adanya pendapat bahwa sosok yang diajukan oleh partai untuk posisi di Kabinet ada yang tidak sesuai, mengatakan pentingnya peningkatan kualitas kader-kader partai.

"Ini jawaban dari sebuah kesepakatan bahwa masyarakat harus ikut awasi parpol," katanya.

Meskipun Presiden memiliki hak prerogratif dalam memilih kabinet, namun Heru mengatakan, Presiden tidak bisa mengesampingkan keberadaan partai-partai politik sejalan dengan sistem pemerintahan presidensiil namun multi partai.

"Tidak salah bila ada pikiran Presiden memilih menteri profesional, namun bisa dibayangkan tantangan pemerintah di DPR, bisa dianggap Presiden tidak mau menggubris kekuatan parpol, dan tentu akan ada pendapat presiden akan mengarah ke otoritarian," kata Heru.

Karenanya Heru sepakat perlunya pembentukan kader-kader partai yang memiliki kemampuan di berbagai bidang sesuai sehingga bisa mengisi posisi di kabinet dan kinerjanya sesuai dengan keinginan masyarakat.

Tjipta Lesmana sendiri mengingatkan agar Presiden tidak menyia-nyiakan momentum perbaikan pemerintahan sebelum memasuki 2012 di mana setiap menteri yang berasal dari parpol bisa saja mulai bersiap menuju pemilu 2014.

"Momentum bisa hilang, padahal pada 2012 nanti sudah hingar bingar untuk pemilu," tegasnya.
(P008/B010)

Oleh Oleh Panca Hari Prabowo
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010