Pajak karbon harusnya masuk dalam kategori cukai atau memang harus ada penambahan pajak baru, karena ini akan mengatur sisi eksternalnya
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menyoroti rencana pemerintah yang ingin memberlakukan kebijakan baru terkait pajak karbon yang dinilai sebagai salah satu bentuk komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia.

Andreas Eddy Susetyo dalam rilis di Jakarta, Rabu, menyatakan kategorisasi pajak karbon masih perlu ditinjau kembali apakah masuk dalam aturan terkait cukai atau tetap menjadi pasal baru.

Seperti diketahui, pengenaan pajak tersebut terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

"Pajak karbon harusnya masuk dalam kategori cukai atau memang harus ada penambahan pajak baru, karena ini akan mengatur sisi eksternalnya," katanya,

Untuk itu, lanjutnya, pajak karbon dinilai harus dikaji secara lebih mendalam apakah diatur sebagai cukai atau salah satu pajak.

Pemerintah berencana memungut pajak karbon dan akan diberlakukan mulai 2022. Rencana tersebut tertuang di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Aturan itu menyebutkan bahwa subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat dengan Komisi XI DPR, Senin (29/6) mengatakan ada beberapa alasan pengenaan pajak karbon, salah satunya adalah isu lingkungan. Sebab, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen pada tahun 2021 dan 29 persen pada tahun 2030.

"Salah satu instrumen untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca adalah diperlukan ketentuan mengenai pengenaan pajak karbon," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Peneliti: Rencana pemungutan pajak karbon harus libatkan dunia usaha
Baca juga: Anggota Komisi IV sebut pajak karbon waktunya belum tepat
Baca juga: Ekonom: Potensi pendapatan pajak karbon capai Rp57 triliun

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021