Jakarta, 28/9 (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan tes keperawan bagi siswi tidak menentukan apakah mereka lolos atau tidak dalam seleksi penerimaan siswa baru di sebuah sekolah.

"Tes itu bukan barometer yang harus diterapkan untuk menentukan diterima atau tidaknya seorang siswi karena akan melanggar dan menghilangkan kemampuan akademik seorang siswi. Tes itu adalah untuk mengetahui bagaimana sebuah sekolah membangun integritas moral pada siswa-siwinya," kata Reni di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.

Anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menambahkan, tes keperawanan itu juga jangan menghantui siswi. "Jangan sampai tes keperawanan itu menghantui dan menjadi momok bagi siswi," ujar dia.

Reni mengatakan tes keperawanan itu harus juga menjunjung hak asasi manusia karena menyangkut masalah privasi seorang siswi dan keluarganya.

"Jadi, hasilnya tidak boleh diumumkan kepada publik dan keluarganya. Hanya untuk internal dan kepentingan sekolah itu sendiri," kata anggota DPR dari PPP itu.

Menurut dia, tes keperawanan itu boleh saja dilakukan oleh sebuah sekolah asal memenuhi persyaratan yang berlaku.

"Saya kira tes keperawanan bagi siswi itu sah-sah saja asal dilakukan secara tepat, baik dari waktu, tempat, dan harus dilakukan oleh orang yang tepat dan dengan informasi yang akurat karena menyangkut kerahasiaan seseorang," kata Reni.

Ia juga menyebutkan tes keperawanan itu tidak bisa dilakukan di semua sekolah di Indonesia, tetapi di daerah-daerah tertentu.

"Hanya di tempat-tempat tertentu yang terindikasi adanya pelecehan seksual dan daerah yang ditenggarai banyak melakukan seks bebas," kata Reni.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi, Bambang Bayu Suseno mengatakan wacana tes kegadisan untuk penerimaan siswa baru (PSB) yang diusulkannya tidak perlu dilakukan secara fisik.

"Dalam tes itu tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara fisik, tetapi hanya berupa tes wawancara atau konseling yang dilakukan oleh tim konseling terdiri para psikolog," kata Bambang ketika menanggapi polemik tentang usulan tes kegadisan untuk PSB yang dilontarkannya.

Dengan wawancara atau konseling, kata Bambang, diharapkan ada keterbukaan generasi muda terhadap persoalan kegadisan.

Bukan hanya siswi yang dilakukan tes kegadisan, melainkan juga keperjakaan bagi pria. "Ketika ada yang sudah tidak perawan dan perjaka, mereka tetap dapat menjalankan pendidikan dengan masukan, bimbingan, saran dari tim konseling," katanya menjelaskan.

Bambang Bayu Suseno (BBS) melontarkan wacana kontroversial tes kegadisan kepada siswi dalam PSB didasari keprihatinannya terhadap banyaknya perilaku seks bebas yang dilakukan remaja dan maraknya akses situs-situs porno di internet.

Ia mengatakan wacana itu merupakan pemikiran untuk kepentingan pendidikan akhlak dan moral di dunia pendidikan secara nasional.

Bambang menyatakan menurunnya moral juga disebabkan oleh minimnya pendidikan agama sebagai tuntunan hidup, pengawasan orang tua yang longgar, khususnya di kota-kota besar.

Menurut Bambang, persoalan ini perlu untuk dipikirkan bersama agar perilaku akhlak dan moral generasi muda semakin baik.

"Sebagai bentuk `shock therapy` yang bersifat preventif, maka diperlukanlah tes kegadisan," ujarnya.

Ia mengakui bahwa kegadisan hilang bisa karena faktor olahraga, kecelakaan, namun juga bisa disebabkan kesengajaan karena akhlak yang buruk.

"Hal-hal seperti itu pasti tidak pernah diketahui oleh orang tua. Dan, hal ini pasti akan mengganggu kejiwaan selama menjalani pendidikan," ujarnya.

Menurut Bambang, diperlukan pembahasan mendalam agar pendidikan yang menciptakan generasi muda yang berakhlak dan bermoral dapat segera terwujud.

"Kami mengapresiasi lembaga seperti APDN, Polri, TNI, Akper dalam penerimaan siswa baru menjalani tes kegadisan," katanya menambahkan.

Namun, wacana ini tidak serta-merta mendapat dukungan dari masyarakat. Bambang Bayu Suseno sendiri tidak mendapat dukungan dari Komisi IV.

Komisi IV justru tidak akan memasukkan usulan ini menjadi salah satu pasal dalam Peraturan Daerah Pendidikan Bermutu yang tengah disusun. "Kami hanya menawarkan reformasi pendidikan saja," kata Ketua Komisi IV, Aswan Jahari. (ANT-134/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010