Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto menegaskan, lembaga yang dipimpinnya bertekad untuk mempercepat penyelesaian pemanfaatan tanah terlantar yang di seluruh Indonesia saat ini mencapai 7,3 juta Hektare (Ha).

"Percepatan pemanfaatan tanah terlantar bagi kesejahteran dan kemakmuran rakyat, telah dimanatakan oleh UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Tap MPR No IX/2001 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 11/2010 tentang Penataan Lahan Terlantar," katanya kepada pers dalam Peringatan 50 Tahun Hari Agraria Nasional, di Jakarta, Jumat.

Joyo menegaskan, bahwa pemanfaatan lahan terlantar bukan berarti mengubah status kepemilikan atau penguasaan atas hak tanah, tetapi hanya mengupayakan pemanfaatan untuk kesejahteraan rakyat banyak.

"Tantangan, hambatan, kendala untuk mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat, menjadi bagian penting yang harus dikelola," katanya.

Untuk itu, Kepala BPN mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerhati pertanahan dan pegiat agraria, serta para cerdik cendekia untuk bersama-sama mengelola semua tantangan agar tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan.

Menurut dia, peringatan ulang tahun emas UUPA yang berlangsung dari 24 September 2010 - 31 September 2011 itu merupakan momen penting bagi seluruh komponen bangsa melakukan refleksi untuk melanjutkan reforma agraria. Dia menekankan bahwa reforma agraria merupakan kebutuhan mendesak yang harus dijalankan.

"Bukan hanya penyediaan tanah, melainkan juga dibukanya akses pada sumber-sumber ekonomi. Menjadi pintu masuk bagi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan," katanya.

Joyo menjelaskan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin di Indonesia, tanah merupakan aset yang penting dan harus dikuasai. Rakyat miskin umumnya tak bicara soal pendapatan hari ini, tapi aset apa yang bisa dikuasai dan dikelola untuk sandaran kehidupan, untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Dia menambahkan tanah juga memiliki keterkaitan erat dengan kebangsaan dan pembangunan. "Ini tercermin dari sejumlah hal yang harus diketahui sebelum masuk pada persoalan penataan tanah," ujarnya.

Pertama, tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tertera dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 bahwa ujung cita-cita negara adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedua, tanah sebagai identitas kebangsaan. "Bagi bangsa Indonesia, hubungan dengan tanah merupakan hak yang sangat mendasar dan asasi. Hubungan ini menentukan kesejahteraan, keadilan, sekaligus harmonisasi bangsa," ujarnya.

Ketiga, tanah harus memiliki fungsi keadilan sosial. Pemegang hak atas tanah tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan tanahnya untuk kepentingan pribadi semata. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus sesuai dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pemegang hak, masyarakat, dan negara.

Hal ini bukan berarti kepemilikan serta kepentingan perseorangan terabaikan oleh kepentingan umum. "Namun, jika konsentrasi akses terhadap tanah secara berlebihan dan hanya tertumpu pada segelintir orang, ini indikasi tidak sehat," ujarnya.

Joyo menambahkan berdasarkan prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan, BPN merumuskan 11 agenda prioritas, yang salah satunya adalah mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum, kebijakan pertanahan.
(ANT/R009/P003)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010