Jakarta (ANTARA News) - Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyesalkan politisasi atas meninggalnya Joni Malela warga tuna netra saat antri untuk bersilaturahim dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di halaman Setneg Jakarta, Jumat (10/9) .

"Saya menyesalkan terjadinya politisasi meninggalnya Joni, seolah-olah kesalahan SBY atau pemerintah SBY. Publik harus diajak rasional, bukan diprovokasi atau irasional," kata Ramadhan yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ramadhan juga menyesalkan bahwa kejadian tersebut didomplengi oleh LSM tertentu yang meresponnya secara berlebihan, yang menurut dia tidak proporsional dan tidak etis memprovokasi masyarakat dari isu meninggalnya seseorang.

Menurut Ramadhan, keluarga almarhum menyebutkan bahwa Joni sebelumnya mengeluh sesak napas dan kecapean, serta pernah menderita tekanan darah tinggi dan jantung. Begitu juga keterangan kepolisian menyebutkan tidak ada tanda atau bekas penganiayaan.

"Pihak keluarga menerima ikhlas, dan almarhum pun sudah dimakamkan di Garut. Keluarganya saja sudah terima dan tak menyoalkannya. Kenapa "aktifis" itu malah meradang dan tuding sana-sini. Bukankah lebih baik mereka mengumpulkan dana, mendonasikan kepada keluarganya, sebagai tanda simpati. Atau kasih solusilah. Jadi, bukan meruwetkan situasi," katanya.

Namun, Ramadhan yakin masyarakat Indonesia cerdas dan tak terpengaruh provokasi, agitasi, manuver murahan yang mempolitisasi wafatnya Joni.

"Pemerintah SBY sudah benar merespon dan bersimpati pada keluarga korban. Karena itu a tak perlulah menghabiskan energi merespon provokasi LSM tertentu. Sasaran mereka sebenarnya pemerintah SBY, untuk mendelegitimasikannya. Tapi, mayoritas publik tak "terbeli" agitasi itu," katanya.

Joni Malela (45) warga Cinangka Tangerang Selatan meninggal dunia saat berdesak-desakan antri bersama ratusan warga lain yang ingin berlebaran dengan Presiden SBY di Istana Negara. (D012/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010