Semarang (ANTARA News) - Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah menilai pemberian grasi untuk koruptor akan menghilangkan efek jera dalam penindakan korupsi.

"Kami dari KP2KKN Jateng sudah dua tahun lalu, mengirimkan surat kepada Presiden yang isinya grasi dan remisi jangan mudah diberikan. Akan tetapi, sampai sekarang masih menjadi tradisi pemberiannya dilakukan setiap tanggal 17 Agustus dan hari raya," kata Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, di Semarang, Kamis.

Eko mengatakan dengan pemberian grasi serta remisi kepada koruptor oleh pemerintah tersebut, telah menjadikan kerja lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti-korupsi bersama masyarakat serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sia-sia.

"KPK telah susah-susah melakukan pemberantasan pelaku tindak pidana korupsi, menangkap dan membawanya ke meja hijau. Akan tetapi, kemudian mereka mendapatkan grasi dan remisi," katanya.

Di Jateng para koruptor yang telah mendapatkan grasi dan remisi seperti Hendi Boedoro dan tersangka kasus Buku Ajar Salatiga.

"Jika koruptor mendapatkan grasi dan remisi, maka kerja kita LSM antikorupsi, masyarakat, serta KPK sama dengan menepuk angin, sia-sia bekerja," katanya.

Oleh karena itu, ke depan lanjut Eko, diperlukan pengaturan lebih dalam undang-undang. Ke depan penanganan para koruptor dan terorisme harus tegas dan memiliki efek jera.

"Jangan sampai para koruptor berfikir, paling-paling nanti Presiden bersahabat pada tanggal 17 Agustus dan menjelang Lebaran," katannya.

Eko menegaskan bahwa koruptor dan teroris merupakan kejahatan luar biasa sehingga pemberatasannya juga harus luar biasa.

"Jangan kemudian karena alasan kemanusiaan, memberikan remisi dan grasi kepada para koruptor. Jangan langgar hak masyarakat Indonesia dengan hanya memperhatikan hak segelintir orang," katanya.
(U.N008/M028/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010