Bogor (ANTARA News) - Masyarakat Perikanan Nusantara meminta Pemerintah Indonesia menyelesaikan insiden penangkapan tiga petugas Dinas Perikanan dan Kelautan oleh polisi Malaysia di perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau, secara bermartabat dan tuntas sebagai negara berdaulat.

"Kami mendesak pemerintah pusat menyelesaikan insiden Kepri itu secara tuntas dan bermartabat. Tidak bisa petugas resmi negara yakni tiga penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ditukar dengan pencuri ikan Malaysia," kata Ir Muhammad M Banapon, MSi, dari Komisi Pengawasan dan Pengamanan Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) di Bogor,Jabar,  Sabtu.

Tiga anggota patroli pengawas Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau yakni Asriadi (40), Erwan (37), dan Selvo Grevo Wewengkang (26) ditangkap polisi perairan Malaysia pada Jumat (13/8) malam saat menggiring lima awak kapal nelayan Malaysia yang kepergok mencuri ikan di perairan Indonesia di Bintan utara.

Kepolisian Malaysia yang berada di perairan Indonesia juga sempat melepaskan dua tembakan peringatan kepada dua kapal pengawas perikanan KKP sehingga akhirnya lima pencuri ikan Malaysia beserta barang bukti berupa ikan yang akan dibawa ke pelabuhan terdekat dibawa Kepolisian Malaysia.

Lewat jalur diplomasi dan saling klarifikasi, tiga petugas KKP dibebaskan Malaysia pada 17 Agustus 2010.

Di hari yang sama, dari Batam KKP mengembalikan tujuh nelayan Malaysia yaitu Faisal bin Muhammad, Muslimin bin Mahmud, Lim Hok Guan, Chen Ah Choy, Ghazali bin Wahab, Roszaidy bin Akub serta Bih Khe Soo.

Muhamman M Banapon mengemukakan bahwa penyelesaian "penukaran" tersebut merupakan pelecehan dan menggambarkan kelemahan negosiasi dan diplomasi bangsa ini.

"Kami tidak mengetahui apa kata yang sebenarnya cocok untuk menggambarkan kelemahan negosiasi dan diplomasi bangsa ini dalam kasus itu," kata Ama, panggilan akrab Muhammad M Bananpon, yang juga dosen Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate yang telah menyelesaikan magister (S2) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Dikemukakannya bahwa pada akhir 1980-an atau awal 1990-an, juga terjadi penculikan seorang kepala kepolisian sektor (Kapolsek) dan tiga anak buahnya di Kecamatan Sanana, Kabupaten Maluku Utara, Provinsi Maluku di perbatasan perairan Indonesia dengan Filipina.

Kawasan tersebut, sekarang adalah Kecamatan Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara.

"Namun penyelesaian masalah tersebut tidak berujung alias juga tidak jelas, bahkan hingga saat ini, sampai kemudian timbul masalah sejenis yakni insiden di Kepri itu," katanya.

Menurut dia, kejadian serupa yang terjadi saat ini, penyelesaiannya juga tidak bermartabat sehingga akan memicu pelecehan terhadap bangsa tercinta ini oleh negara tetangga, yang katanya merupakan sahabat serumpun, namun selalu bertindak dengan praktik yang tidak menunjukkan persahabatan itu.

"Bagaimanapun juga insiden itu kini sudah menjadi persoalan rakyat dan bangsa Indonesia sehingga diperlukan penanganan yang menyeluruh agar insiden itu merupakan kejadian terakhir," kata Muhammad M Banapon, yang juga salah satu tokoh yang gigih mengawal Kabupaten Pulau Morotai di Maluku Utara untuk bisa ditetapkan menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK).

Sementara itu, Komisi IV DPR menyatakan bahwa mereka akan segera meminta pertanggungjawaban Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dan Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Aji Sularso.

"Komisi IV akan memanggil Fadel Muhammad dan Aji Sularso untuk meminta pertanggungjawabannya soal insiden penahanan yang dilakukan oleh polisi Malaysia. Setelah reses ini, kami akan panggil," kata anggota Komisi IV DPR RI Sudin.

Pada saat yang sama, Komisi I DPR RI juga merencanakan memanggil Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk meminta penjelasan soal insiden tersebut.

Ahli sosial perikanan dari IPB Dr Arif Satria, MSc menegaskan Indonesia tidak boleh mengalah terus kepada Malaysia, dan mesti bisa tegas kepada negara tetangga itu.(*)
(A035/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010