Pangkalpinang (ANTARA News) - Reklamasi kerusakan laut di Provinsi Bangka Belitung (Babel) akibat penambangan pasir timah sulit dilakukan karena kerusakan di laut sulit terdeteksi dibandingkan kerusakan di darat.

"Reklamasi kerusakan di laut akibat penambangan hingga kini sulit dilaksanakan secara maksimal," kata Wakil Gubernur Babel, Syamsuddin Basari pada saat penutupan pawai HUT RI ke-65 di Pangkalpinang, Minggu.

Ia menjelaskan, kerusakan laut akibat penambangan tidak bisa dilihat secara kasat mata, harus melakukan penyelaman untuk mendeteksi kerusakan yang terjadi.

"Untuk melihat kerusakan di laut harus dilakukan penyelaman, kecuali jika penambang tambang merusak batu karang yang ada di laut baru terlihat," ujarnya.

Menurut dia, kedepan pemerintah akan memikirkan langkah-langkah untuk mereklamasi kerusakan laut akibat penambangan itu.

"Pemerintah tidak akan tinggal diam dan selalu memikirkan langkah-langkah yang diambil untuk mereklamasi kerusakan laut akibat penambangan yang dilakukan oleh masyarakat," katanya.

Ia menambahkan, untuk mendeteksi kerusakan yang terjadi di laut akibat penambangan tersebut membutuhkan tenaga ahli untuk mengecek kerusakan yang ada.

"Memang lebih sulit untuk mendeteksi kerusakan di laut dibandingkan di darat, makanya kami membutuhkan tenaga ahli dalam menentukan kerusakan tersebut," ujarnya.

Ia menjelaskan, jika pasir digali maka nantinya akan tertimbun lagi, kecuali karang tidak bisa kembali seperti semula.

"Untuk mereklamasi kerusakan yang ada di laut memerlukan persiapan yang matang dan membutuhkan dana yang tidak sedikit," katanya.

Ia mengatakan, saat ini pemerintah hanya meminta kepada pihak pengusaha timah yang melakukan penambangan timah di laut, agar dapat menyediakan karang-karang buatan yang menyerupai rumpun.

"Perusahaan yang menambang di laut wajib mengganti kerusakan akibat pertambangan dengan rumpun karang buatan," ujarnya. (ANT147/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010