Di Maret untuk pertama kalinya sejak awal 2020 itu masuk ke zona negatif atau deflasi 0,03 persen
Jakarta (ANTARA) - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksikan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2021 masih terkontraksi antara 0,5-1 persen dan akselerasi baru akan terjadi pada triwulan II 2021 dengan pertumbuhan positif 4-5 persen.

"Full year kita prediksikan dengan kacamata sekarang itu 3-4 persen. Ini masih di bawah target pemerintah," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal dalam acara "Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi" di Jakarta, Selasa.

Faisal mengatakan proyeksi pertumbuhan 3-4 persen, yang berada di bawah prediksi pemerintah 4,3-5,3 persen, karena pemulihan konsumsi rumah tangga belum terakselerasi dengan baik.

Baca juga: BI turunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI jadi 5,1 persen

Ia menjelaskan sebenarnya pergerakan masyarakat telah meningkat bahkan hampir mendekati kondisi normal yaitu sebelum pandemi baik tempat perdagangan, ritel, restoran, kafe, dan lainnya, yang naik cukup signifikan.

Di sisi lain, jika dilihat lebih dalam ternyata aktivitas masyarakat maupun kendaraan jarak jauh ada perbedaan signifikan seperti menggunakan kereta api dan pesawat terbang yang masih sepertiga dari kondisi awal pada 2020.

"Dorongan keluar rumah masih kepada jarak dekat. Ternyata, mobilitas yang sudah cukup signifikan meningkat ini belum banyak mendorong konsumsi rumah tangga," ujarnya.

Ia menuturkan mobilitas masyarakat yang terlihat sudah mulai pulih selama empat bulan terakhir ini tidak mampu mendorong konsumsi secara maksimal dan dapat dilihat melalui beberapa indikator.

Ia menyebutkan indeks penjualan riil sampai triwulan I 2021 masih terjadi kontraksi cukup dalam yaitu 17 persen (yoy) dan pergerakan inflasi khususnya inflasi inti sampai awal tahun belum mengangkat naik.

"Bahkan, di Maret untuk pertama kalinya sejak awal 2020 itu masuk ke zona negatif atau deflasi minus 0,03 persen. Jadi, belum terlihat indikasi peningkatan dari sisi konsumsi yang cukup kuat," katanya.

Ia melanjutkan hal sama juga dapat dilihat dari konsumsi perumahan dan properti yang ternyata kalau dibandingkan sebelum pandemi juga masih relatif rendah pertumbuhannya terutama KPR, KPA, dan real estat.

Kemudian, peningkatan penjualan kendaraan bermotor karena relaksasi PPnBM yang diperkirakan pada April dan Mei tumbuh 11 persen juga tidak bersifat berkelanjutan karena akan turun sejalan dengan penurunan diskonnya.

"Ini bisa meningkatkan penjualan pada tahun ini tapi ketika masa diskonnya habis, kita perkirakan akan kembali ke kondisi semula sebelum diberikan stimulus," jelasnya.

Baca juga: Mendag: Neraca perdagangan Maret indikasikan pertumbuhan ekonomi sehat
Baca juga: Sri Mulyani: Program PEN jadi pendorong pertumbuhan kuartal I 2021

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021