Jakarta (ANTARA News) - Pemanfaatan energi bersih dan terbarukan dirasakan sangat lambat karena tidak adanya penerbitan regulasi yang mendukung pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan tersebut, kata pengamat dari Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Jon Respati.

"Sebenarnya perjuangan para `energy idealist` (pelaku energi yang idealis) dan aktivis lingkungan selama dua dekade untuk memasukkan energi terbarukan sebagai sumber energi nasional memang telah membuahkan berbagai hasil cukup penting," kata Jon saat peluncuran majalah bulanan "Respect, Clean And Renewable Energy Review", di Jakarta, Senin.

Hasil perjuangan para "energy idealist" itu antara lain dicantumkannya energi terbarukan sebagai energi yang harus dikembangkan dalam UU 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi, UU no.30 tahun 2007 tentang Energi, dan terakhir UU No.30 tahun 2009 tentang Kelistrikan Nasional.

"Sayangnya dalam tataran pelaksanaan, khususnya dalam pemanfaatan energi terbarukan dirasakan sangat lambat karena tidak segera diikuti dengan penerbitan regulasi yang jelas berpihak kepada energi terbarukan," kata Jon.

Bahkan, lanjutnya, pemerintah telah membuat berbagai peta jalan yang dicantumkan dalam cetak biru Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 yang diluncurkan melalui Kepres No.5 tahun 2006, dimana sekitar 17 persen dari energi nasional pada 2025 harus dipenuhi dengan energi bersih dan terbarukan, terutama panas bumi, energi nabati dan bahkan termasuk nuklir.

"Akan tetapi setelah peta jalan tersebut dijalankan selama lima tahun hasilnya masih sangat jauh dari yang direncanakan," kata Jon didampingi Hardini Puspasari, Presiden Komisaris PT Marshall Whitney Indonesia yang menangani majalah "Respect, Clean And Renewable Energy Review".

Jon yang juga pemred majalah tersebut mencontohkan, energi nabati yang sempat mengalami eforia pada 2006-2007, nyaris tidak terdengar lagi sejak 2008. Energi panas bumi masih terkendala berbagai faktor strategis seperti regulasi yang tidak jelas dan dirasakan sangat lambat dikeluarkan oleh pemerintah.

Sementara itu energi surya yang 20 tahun lalu sempat diperkenalkan dengan sukses bahkan menjadi acuan dunia untuk pelistrikan daerah pedesaan tidak dilanjutkan secara konsisten mengikuti kaidah yang benar.

Jon mengatakan, salah satu penyebab yang menghambat pengembangan energi bersih dan terbarukan adalah energi itu oleh sebagian besar pemimpin dianggap sebagai sebuah alternatif, bukannya sebagai bentuk solusi dan sebuah keharusan untuk mengatasi krisis energi nasional seperti yang dilakukan negara lain.

Sementara itu Hardini Puspasari mengatakan, majalahnya muncul untuk mengisi kesenjangan berita tentang apa yang dilakukan oleh Indonesia dalam pengembangan energi bersih dan terbarukan. Majalah diterbitkan dalam bahasa Inggris agar dapat menjangkau dunia internasional.(*)

(T.U002/B012/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010