Yogyakarta (ANTARA News) - Muhammadiyah diingatkan jumlah anggota pimpinan pusat jangan terlalu banyak karena dinilai akan menyebabkan roda organisasi ini tidak efektif.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsudin, di Yogyakarta, Minggu, mengusulkan anggota PP periode 2010-2015 ditambah enam orang, sehingga bukan hanya 13 orang, tetapi menjadi 19 orang.

Alasan Din, di sela sidang pleno laporan pertanggungjawaban PP Muhammadiyah pada muktamar ke-46 atau Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, penambahan itu dibenarkan konstitusi yang berlaku di Muhammadiyah. "Penambahan tersebut diperbolehkan," katanya.

Usulan penambahan anggota PP Muhammadiyah untuk periode 2010-2015 ditambah enam, dari 13 menjadi 19 orang, dinilai salah seorang pengamat ormas Islam, Ahmadsyah Rizaldi, akan menyebabkan roda organisasi Islam ini tidak efektif.

"Bahkan dapat membuat koordinasi antara pusat dan daerah tidak efisien, karena organisasi akan semakin `gemuk`," katanya, di Jakarta, ketika dihubungi melalui telepon.

Pernyataan Din itu, menurut Ahmadsyah Rizaldi yang pernah menjadi anggota Hizbul Wathon (HW) ini, mencerminkan suatu upaya kelemahan kepengurusan lama.

Ia melihat koordinasi antara pusat dan daerah tidak berjalan lancar, sehingga untuk memperbaikinya dilakukan dengan cara menambah anggota PP Muhammadiyah.

"Anggota PP Muhammadiyah seharusnya lebih fokus pada tugas pengambil kebijakan. Bukan menambah anggota PP. Jika tantangan ke depan memang berat, yang harus disempurnakan dan dibenahi adalah sub-organisasinya, atau ditambah," katanya.

Ahmadsyah Rizaldi yang juga aktif dalam dunia pendidikan dan menjadi pengurus Yayasan Kedokteran YARSI itu memberi masukan agar anggota PP Muhammadiyah tidak ditambah.

Ia juga mengimbau kepada para peserta muktamar (muktamirin) di Yogyakarta agar lebih kritis terhadap usulan yang diwacanakan dalam persidangan.

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memang luas, tetapi bukan berarti dengan pengurus PP yang ada sekarang tidak efektif, tetapi koordinasinya antara pusat dan daerah yang belum mantap.

Sementara itu, Din Syamsudin mengatakan penambahan anggota PP Muhammadiyah dapat dilakukan maksimal enam orang dari jumlah sebelumnya. Jika itu dilakukan, maka jumlah anggota PP bukan 13 orang, tetapi menjadi 19 orang.

"Sesuai perkembangan zaman, tantangan yang dihadapai Muhammadiyah untuk ikut memecahkan permasalahan ummat semakin banyak. Agar tugas itu dapat dilaksanakan dengan baik, dibutuhkan penambahan anggota PP Muhammadiyah untuk periode berikutnya," katanya.

Ia mengatakan dalam konstitusi yang berlaku di PP Muhammadiyah, penambahan anggota PP bisa dilakukan oleh anggota PP Muhammadiyah terpilih untuk periode selanjutnya.

Anggota PP, kata dia, dapat bermusyawarah, dan kemudian mengeluarkan surat keputusan untuk penambahan anggota tersebut.

"Penambahan anggota tidak harus diambil dari 39 calon tetap yang dihasilkan sidang tanwir, tetapi bisa diambilkan dari anggota Muhammadiyah lainnya," katanya.



Perkuat cabang dan ranting

Kalau Din Syamsudin mengusulkan anggota PP Muhammadiyah ditambah dari 13 menjadi 19 orang, dengan maksud untuk memecahkan permasalahan umat yang semakin banyak termasuk yang dihadapi organisasi ini, lain lagi dengan Aisyiyah yang akan memperkuat cabang dan ranting.

Aisyiyah berkomitmen untuk melakukan penguatan terhadap cabang dan ranting organisasi ini sebagai kekuatan pendukung gerakan di akar rumput.

"Kami memandang, cabang dan ranting adalah kekuatan dari Aisyiyah, sehingga perlu adanya penguatan dan pembinaan terhadap cabang dan ranting untuk mendukung seluruh gerak dan langkah Aisyiyah," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Shoimah Kastolani dalam laporan PP Aisyiyah Periode 2005-2010 pada Muktamar ke-46 Aisyiyah, di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, penguatan terhadap cabang dan ranting tersebut dapat dilakukan dengan mengintensifkan pertemuan antarcabang dan ranting sebagai wahana tukar pikiran atau berbagi pengalaman dalam melaksanakan berbagai program.

"Intensifikasi pertemuan ini dapat dilakukan oleh pimpinan daerah Aisyiyah atau pun pimpinan cabang Aisyiyah setempat," katanya.

Ia mengatakan kegiatan pengajian yang telah menjadi kegiatan rutin dari Aisyiyah pun dapat dijadikan sebagai alat oleh cabang dan ranting untuk melakukan pemberdayaan masyarakat.

Selain dapat memperdalam ilmu agama, melalui pengajian tersebut juga dapat dijadikan sarana untuk peningkatan pengetahuan kesehatan, pemberdayaan ekonomi keluarga, serta menambah keterampilan.

Berdasarkan laporan dari wilayah dan daerah, terdapat penambahan yang cukup signifikan dari jumlah cabang dan dan ranting di Indonesia yaitu penambahan 275 cabang dan 707 ranting.

Wilayah yang paling banyak mengalami penambahan cabang dan ranting adalah di Provinsi Jawa Timur.

Namun, setelah dilakukan validasi data menjelang Muktamar ke-46 Aisyiyah, terdapat 61 cabang yang sudah tidak aktif lagi.

Sementara itu, Sekretaris PP Aisyiyah Trias Setiawati mengatakan penambahan cabang dan ranting yang cukup signifikan tersebut menjadi bukti Aisyiyah memiliki semangat yang luar biasa untuk mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat baik dari sisi fisik atau psikologis.


Soroti kesehatan reproduksi

Selain upaya memperkuat cabang dan ranting, persyarikatan perempuan Muhammadiyah ini menilai pemerintah masih belum memberi perhatian maksimal terhadap kesehatan reproduksi sehingga angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi.

"Kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan reproduksi tercermin dari terbatasnya alokasi anggaran untuk menunjang peningkatan kesehatan reproduksi perempuan," kata fasilitator Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah (LPPA) Tri Hastuti, di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, rata-rata anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk mendukung program kesehatan reproduksi perempuan berkisar antara 0,1 hingga satu persen, dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Padahal, kata dia, sebagian besar pendapatan asli daerah tersebut bersumber dari retribusi rumah sakit umum daerah (RSUD) dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang menjadi tempat perempuan dan anak-anak berobat.

Berdasarkan Undang-undang Kesehatan yang berlaku, besaran anggaran untuk kesehatan adalah lima persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta untuk APBD adalah 10 persen di luar gaji, dengan dua per tiganya digunakan untuk pelayanan publik.

Salah satu indikasi dari rendahnya perhatian pemerintah pada kesehatan reproduksi adalah masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia, sehingga persoalan tersebut menjadi masalah terberat yang dihadapi pemerintah.

Ia mengatakan angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia bahkan diperkirakan target Indonesia pada 2015 dalam sasaran pembangunan millenium tentang angka kematian ibu akan sulit tercapai.

Saat ini, angka kematian ibu menurut pemerintah adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, namun menurut penelitian dari sejumlah lembaga sosial masyarakat dari luar negeri, angka kematian ibu di Indonesia masih mencapai 407 per 100.000 kelahiran hidup.

Indonesia telah menetapkan angka kematian ibu berdasarkan sasaran pembangunan millenium pada 2015 sebesar 205 per 100.000 kelahiran hidup.

Sementara itu, Ketua Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Aisyiyah Noorahmah Watik menyatakan, persyarikatan perempuan berencana untuk mengembangkan program desa siaga di seluruh wilayah Aisyiyah.

Saat ini, program desa siaga telah dirintis di lima provinsi, yaitu Banten, Bengkulu, Jawa Timur, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di tiap provinsi diambil satu kabupaten dengan tiga desa atau ranting sebagai proyek percontohan, sehingga saat ini telah terdapat 15 model desa siaga.

Program yang dijalankan di desa siaga, antara lain penurunan angka kematian ibu dan bayi, pemberian pendidikan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat, posyandu balita dan lansia, pencegahan penyakit infeksi menular seksual serta penanggulangan HIV/AIDS, tuberculosis (TB), dan malaria.

"Khusus untuk kesehatan reproduksi, Aisyiyah memiliki sasaran utama yaitu remaja, pasangan usia subur dan pencegahan penyakit untuk ibu-ibu hamil," katanya.(E001*A025*E013/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010