Jakarta (ANTARA News) - Musyawarah Nasional ke-2 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Hotel Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, 16-20 Juni 2010, memang tidak banyak memunculkan dinamika layaknya sebuah perhelatan besar partai politik di Tanah Air.

Tidak ada pemilihan pucuk pimpinan partai sebagaimana yang terjadi di sejumlah partai seperti Partai Golkar atau Partai Demokrat saat menyelenggarakan kongres.

Para peserta Munas PKS yang berjumlah sekitar 4.000 orang yang merupakan pengurus dan anggota legislatif asal PKS dari seluruh Indonesia hadir untuk melakukan konsolidasi untuk memperkuat langkah-langkah partai ke depan.

Pengurus dan anggota legislatif partai berlambang bulan sabit kembar itu, baik di pusat maupun di daerah, terfokus untuk mendengarkan dan menyimak sosialisasi mengenai perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) patai serta rencana strategis partai menghadapi Pemilu 2014.

Terkait pergantian pucuk pimpinan partai periode 2010-2015, Munas ke-2 PKS itu tidak melakukan pemiihan lagi karena personalia kepengurusan sudah ditetapkan melalui musyawarah Majelis Syuro yang beranggotakan 99 orang tokoh partai dari pusat dan daerah, yang sebelumnya didahului oleh pemilu raya internal di seluruh Tanah Air.

Munas ke-2 PKS itu menetapkan Luhfi Hasan Ishaaq sebagai presiden partai dan Anis Matta sebagai sekretaris jenderal partai, sesuai keputusan Majelis Syuro.

Pengamat politik Bachtiar Effendi mengatakan, dengan cara seperti itu PKS telah memberikan contoh bagaimana demokrasi murah bisa diterapkan.

"Sebenarnya demokrasi itu bisa dilakukan dengan ongkos yang murah. PKS telah memberi contoh pemilihan pimpinan partai melalui Majelis Syuro," katanya dalam seminar "Tantangan Kepemimpinan Indonesia Masa Depan" yang diselenggarakan pada Musyawarah Nasional (Munas) ke-2 PKS di Jakarta, Sabtu (19/6).

Tidak seperti partai lain, katanya, pemilihan pimpinan tertinggi PKS tidak banyak mengeluarkan biaya, tidak ada kampanye, iklan, atau spanduk dan poster kandidat karena pimpinan partai dipilih oleh Majelis Syuro yang beranggotakan orang-orang pilihan.

Meski tidak terjadi dinamika politik saat pemilihan pimpinan partai, namun Munas ke-2 PKS mencatat hal penting bagi kemajuan partai itu ke depan.

Munas ke-2 PKS itu menegaskan keinginan kuat partai dakwah itu dengan memasang target menjadi tiga besar pada Pemilu 2014.

Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membuka Munas ke-2 PKS, Kamis (17/6) malam, menegaskan keinginan partai itu menempati posisi tiga besar pada Pemilu 2014.

"Saat ini PKS berada di posisi empat besar. Pada Pemilu 2014 mendatang PKS berharap bisa naik menjadi tiga besar. Jika PKS naik kelas menjadi tiga besar kekuatan politik di negeri ini, maka ada salah satu partai dari empat besar partai politik saat ini yang akan tereliminasi," ujarnya.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyatr (DPR) ini menjelaskan, sejak berdiri PKS telah tiga kali menjadi peserta pemilu legislatif. Pada Pemilu 1999, PKS mendapat tujuh kursi di DPR RI, pada Pemilu 2004 mendapat 45 kursi DPR RI serta tiga kursi menteri. Kemudian, pada Pemilu 2009 mendapat 57 kursi DPR RI serta empat kursi menteri.

Perluas dukungan
Sekjen PKS Anis Matta pun menegaskan, partainya akan memperluas basis dukungan massa, tidak hanya dari kalangan muslim, tetapi juga nonmuslim.

PKS akan lebih membuka ruang seluas-luasnya bagi nonmuslim untuk bergabung. Untuk itu, dalam Munas ke-2 PKS itu ditetapkan perubahan perubahan AD/ART partai untuk memberikan ruang bagi nonmuslim. Namun, klausul keanggotaan nonmuslim itu tidak secara eksplisit diatur dalam AD/ART baru. Artinya, tidak ada kalimat yang secara jelas menyebut kalangan nonmuslim bisa menjadi anggota PKS.

Dalam AD/ART yang baru, PKS mengubah keanggotaan menjadi dua kategori, yakni kader dan anggota. Kader adalah anggota yang terikat penuh dengan AD/ART partai dan sistem kaderisasi yang berbasis keislaman.

Sedangkan kategori anggota adalah semua warga negara Indonesia yang terikat penuh kepada organisasi. Anggota bersifat lebih umum dan terbuka bagi siapa pun dari golongan serta agama apa pun.

Sementara AD/ART PKS yang lama hanya menyebut status anggota saja, yang harus terikat penuh dengan AD/ART serta mengikuti kaderisasi yang berbasis keislaman dengan mengawali sebagai anggota mula, kemudian naik menjadi anggota muda, madya, dewasa, ahli, dan purna.

Anis mengatakan, pada prinsipnya PKS telah membuka ruang bagi nonmuslim dan ini terlihat pada periode 2009 yakni ada sekitar 20 anggota legislatif yang nonmuslim, yang sebagian besar berasal dari Provinsi Papua.

Ketika ditanya tentang sosialisasi PKS untuk merangkul kader-kader nonmuslim, Anis optimistis tidak ada kendala yang berarti yang dapat menghambat upaya itu.

"Selama ini kita tidak menemukan kesulitan untuk sosialisasi. Anggota nonmuslim kita masuk dari daerah yang mayoritas nonmuslim dan dari awal mereka sudah tahu PKS partai berbasis Islam tapi ada ruang bagi saudara lain," katanya.

Pada 1998 jumlah kader PKS sekitar 30 ribu dan saat ini jumlahnya mencapai 800 ribu kader. PKS menargetkan jumlah kader bertambah hingga 2 juta orang.

Kemudian mengenai sebaran suara PKS, Anis mengatakan, sebarannya juga akan diperluas, tidak hanya terfokus pada daerah perkotaan tetapi juga pedesaan, termasuk juga mendekati kalangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang merupakan dua ormas Islam terbesar di Indonesia.

NU-Muhammadiyah terbuka
Sementara itu, dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, telah menyatakan tak keberatan warga mereka didekati untuk bergabung dengan PKS.

Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf dan salah satu pimpinan Muhammadiyah Bachtiar Effendi mengatakan, ormas mereka membebaskan warganya memilih partai.

"Bagi Muhammadiyah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bukan ancaman. Lahan kita kan berbeda, kalau ada gesekan antara warga Muhammadiyah dan PKS, itu hal biasa," kata Bachtiar Effendi yang juga pengamat politik itu.

Menurut guru besar UIN Jakarta itu, Muhammadiyah membebaskan warganya untuk memilih partai. Namun secara organisasi, kedekatan Muhammadiyah dengan partai politik tidak sama.

"Kalau partai itu tidak mau memberantas korupsi, tentu akan dijauhi Muhammadiyah," kata Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah

Sedangkan Slamet Effendi Yusuf mengingatkan, jika PKS ingin "masuk" ke kalangan NU, jangan coba-coba menghilangkan kultur NU yang sudah ada. "Rumusnya kultur NU yang sudah ada jangan coba diubah-ubah," katanya.

Mantan politisi Partai Golkar itu juga mengingatkan, jika PKS ingin menjadi partai yang terbuka, juga tidak boleh melupakan kultur atau basis para kader yang telah membesarkannya.

Target PKS untuk menempati posisi tiga besar pada Pemilu 2014 tampaknya bukan suatu hal yang sulit diwujudkan partai kader itu. Ketua Majelis Syuro PKS KH Hilmi Aminudin mengatakan, target PKS menjadi tiga besar pada Pemilu 2014 adalah mimpi besar yang harus terwujud.

"PKS memang sering membuat mimpi besar dan bisa terwujud secara bertahap. Target tiga besar PKS pada Pemilu 2014, posisinya tidak harus nomor tiga tapi bisa nomor berapa saja. "Prinsipnya masuk dalam tiga besar," katanya.

Menurut dia, hal itu merupakan salah satu mimpi besar PKS yang harus diwujudkan, karena dengan membuat mimpi besar, PKS bisa membuat langkah besar dalam mewujudkannya dan ia optimistis, mimpi besar itu bisa terwujud jika seluruh kader bersama-sama berusaha keras untuk mewujudkannya.

Hilmi menambahkan, dulu sekitar 20 tahun lalu sejumlah pendiri PKS bermimpi suatu saat mereka akan duduk di legislatif dan eksekutif untuk turut membuat kebijakan. "Mimpi itu kini sudah terwujud melalui PKS," katanya.

Ia menjelaskan, tahapan mewujudkan mimpi besar itu di antaranya melakukan konsolidasi internal yakni melakukan pergantian pengurus, melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran wilayah struktural mulai dari tingkatan terendah di tingkat desa hingga ke tingkat nasional.(A041/J006)

Oleh Arief Mujayatno
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010