Jakarta (ANTARA News) - Jen Chang, editor sepakbola Sport Illustrated.com menyatakan, ada tiga pelajaran penting yang bisa dipetik dari keberhasilan Korea Selatan menghancurkan Juara Eropa 2004 Yunani 2-0 pada pertandingan pertama mereka di Grup B Piala Dunia 2010.

Apa sajakah tiga poin itu?

1. Tinggi badan bukan segalanya.

Sebelum pertandingan, banyak yang menyorot keunggulan fisik pasukan Yunani terhadap lawannya Korea Selatan. Hampir semua orang mengatakan tubuh yang lebih besar dan lebih tinggi dari para anggota skuad Yunani akan membuat mereka bisa mendominasi duel udara dan penyelesaian akhir di laga Sabtu itu.

Tapi semua perhitungan itu dianggap sepi oleh pelatih Korea Selatan Huh Jung-moo yang menilai tinggi badan tak lebih dari satu dari banyak faktor yang menentukan permainan sepakbola.

"Jika tinggi badan menjadi faktor utama, kami tentunya harus merekrut seluruh pemain basket," kata Huh kepada media sebelum laga melawan Yunani itu. "Kami sangat siap. Memang ada risiko, tapi kami mempunyai senjata rahasia."

Huh kemudian membuktikan semua kata-katanya itu benar.

Yunani mendapatkan 11 tendangan penjuru dan sejumlah upaya matang ke kotak penalti Korea Selatan, tetapi semua itu dihalau dengan baik oleh para pemain Korea yang cerdik mengambil posisi.

Pelatih Yunani Otto Rehhagel sepertinya kukuh pada strategi klasiknya untuk memainkan bola-bola atas dan umpan-umpan panjang dengan mengganti ujung tombak yang lamban Angelos Christeas dengan pemain yang sama lambannya, Pantelis Kapetanos (keduanya bertinggi sekitar 2 meter). Dan kedua orang ini tak berhasil menciptakan pengaruh apa-apa.

2. Korea Selatan tampil menawan.

Di sepanjang pertandingan, serangan balik Korea mencabik-cabik lapangan tengah dan sektor pertahanan Yunani, lewat gelombang serangannya yang membahana disertai umpan-umpan tajam yang dikombinasikan dengan kecepatan dan manuver cerdas para penyerang seperti Park Ji-sung, Lee Chung-yong dan Park Chu-young.

Ditopang oleh aliran bola yang impresif dari jenderal lapangan tengah Ki Sung-yeung, pasukan Korea Selatan sepertinya akan menjadi tim yang sulit dikendalikan rival-rivalnya di Grup B, sekaligus diramalkan melaju ke babak berikutnya. Jika pun Korea memiliki kelemahan, maka itu adalah lubang di bek tengahnya setelah ditinggalkan Kwak Tae-hwi yang dibekap cedera.

3. Derita Piala Dunia berikutnya untuk Yunani.

Pada keikutsertaan pertamalinya dalam Piala Dunia di tahun 1994, mengatakan Yunani jelek mungkin meremehkan negara itu. Yunani kalah di tiga pertandingan, kebobolan 10 gol dan gagal mencetak satu pun gol. Pada 2010 ini Yunani sepertinya akan déjà vu (mengalami nasib sama seperti dulu).

Permainan Yunani itu miskin teknik dan kurang imajinatif dengan hanya melontarkan 1 kali tembakan ke arah gawang dalam 67 menit pertama laga Sabtu itu.

Dan pertahanan mereka yang sepertinya kokoh itu gagal menahan gempuran, sebagian besar karena bek tengah Loukas Vyntra yang tampil tak memuaskan.

Dengan hanya delapan persen kekuatan tim yang pernah memperkut tiga Piala Dunia terakhir yang semuanya ambruk di babak awal sebelum bisa melangkah ke babak selanjutnya itu memperkuat kembali di Piala Dunia 2010, beban sudah menumpuk di pundak para anak buah Otto Rehhagel.

Yang lebih patut disorot adalah kesenjangan kualitas permainan Yunani. Rehhagel semestinya memberikan pengalaman bertanding yang lebih banyak kepada si calon bintang Yunani Sotiris Ninis. (*)

Sport Illustrated.com/Jafar Sidik

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010