Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan manfaat dan pertanggungjawaban dana aspirasi anggota DPR RI sebesar Rp15 miliar per anggota per daerah pemilihan.

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat, mengatakan bahwa dana aspirasi tersebut kurang bermanfaat karena anggaran untuk pembangunan di daerah dikelola eksekutif, baik melalui pemerintah daerah maupun melalui pemerintah pusat.

"Pos anggaran dana aspirasi itu juga juga dipertanyakan akan masuk pos anggaran yang mana," kata Martin Hutabarat pada diskusi "Kontroversi Dana Aspirasi Rp15 Miliar untuk Anggota DPR" di Jakarta, Sabtu.

Dikatakannya kalau anggota DPR mengurusi dana aspirasi, misalnya, membantu anggaran pembangunan fisik di daerah, maka sudah memasuki wilayah eksekutif.

Karena pelaksana pembangunan, kata dia, adalah eksekutif, sedangkan legislatif fungsinya melaksanakan pengawasan.

Ditambahkannya, pertanggungjawaban dana aspirasi itu juga tidak jelas apakah akan dipertanggungjawabkan DPR, pemerintah daerah, atau pemerintah pusat.

Menurut dia, Fraksi Gerindra mengusulkan sebaiknya DPR meningkatkan fungsi pengawasannya agar pelaksanaan pembangunan di daerah lebih maksimal.

"Anggaran pembangunan di daerah, baik bersumber pada APBD maupun APBN, mengalami kebocoran cukup tinggi. Pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh anggota DPR adalah bagaimana agar kebocoran itu bisa diminimalkan," katanya.

Kalau anggota DPR mengurusi dana aspirasi, menurut Martin, dikhawatirkan anggota dewan hanya akan disibukkan mengurusi daerah pemilihannya sendiri saja.

Padahal, sebagai anggota DPR RI, kata dia, tugasnya adalah mengawasi persoalan di seluruh Indonesia sesuai bidang tugas di komisinya masing-masing.

Dana aspirasi bagi anggota DPR sebesar Rp15 miliar per anggota per dapil diusulkan oleh Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Partai Demokrat.
(T.R024/D007/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010