Jakarta (ANTARA News) - Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum menilai mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duaji harus diapresiasi karena membongkar praktik mafia hukum dalam perkara Gayus Tambunan.

Bentuk apresiasi tersebut yang akan dibicarakan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kata anggota Satuan Tugas (Satgas) Mas Ahmad Santosa di Jakarta, Rabu sebelum pertemuan Satgas dan LPSK di Gedung Unit Kerja Presiden untuk Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4), Rabu.

"Yang dibongkar Pak Susno itu esensial, kalau tidak ada Pak Susno harus kita akui bahwa kita tidak mungkin membongkar sindikasi kaitannya dengan Gayus, dan ini harus diapresiasi. Pertanyaannya, apa apresiasinya, ini harus dibicarakan," tutur Ahmad Santosa.

Dari LPSK, lanjut dia, Satgas akan mendengarkan gagasan "safe house" (perlindungan) untuk Susno Duaji, berupa perlindungan fisik dan psikis meski perkembangan terakhir Polri menolak usul ini.

Sebagai gantinya, Polri memberi akses kepada LPSK untuk memantau kenyamanan dan keamanan Susno selama berada dalam tahanan Mako Brimob di Kelapa Dua, Depok.

"Makanya akan didengarkan dari LPSK kenapa dan bagaimana solusinya yang bisa kita bangun sama-sama, kalau ditolak bagaimana," ujar Mas Ahmad.

Dalam pertemuan dengan LPSK, Satgas juga akan membicarakan percepatan revisi UU No 13 Tahun 2006 tentang LPSK oleh DPR tahun ini.

Menurutnya amandemen UU LPSK khususnya pasal 10 harus diubah agar tidak terlalu normatif dan legalistik karena tidak mungkin membongkar sindikasi mafia hukum tanpa informasi yang melibatkan pelaku.

Apabila pelaku hanya berperan kecil, lanjut dia, seharusnya dia diberi kekebalan hukum apabila keterangannya dapat membongkar kasus kelas kakap, sedangkan pelaku kelas menengah yang memberikan informasi untuk kelas kakap dapat diringankan.

Satgas, kata Ahmad Santosa, mendorong perlindungan terhadap peniup peluit yang juga pelaku terlibat dalam kasus.

Sementara itu Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai ingin revisi UU LPSK menjadi agenda pemerintah tahun ini sehingga dapat disempurnakan dan kewenangan LPSK bisa diperluas.

Menurutnya, tidak hanya pasal 10 terkait perlindungan saksi dan korban yang harus diubah, namun juga pasal-pasal yang berkaitan dengan kelembagaan.

Abdul Haris mengakui LPSK sulit melindungi saksi pelapor dalam kasus-kasus yang sudah terlebih dahulu mencuat ke ruang publik karena banyak menemui beberapa komplikasi. (*)

D013/Z002/AR09

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010