Momentum baiknya hubungan dagang AS-China yang berakibat pada kenaikan harga kedelai harus dimanfaatkan pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah perlu untuk betul-betul memberdayakan berbagai langkah kebijakan serta mengoptimalkan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai swasembada kedelai seperti yang pernah terjadi pada tahun 1992.

"Pada tahun 1992 Indonesia pernah melakukan swasembada kedelai, saat itu produksi dari petani kedelai Indonesia mencapai 1,8 juta ton per tahun. Ini ada peluang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan kedelai dalam negeri, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani," kata Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Nevi Zuairina, meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China diduga menjadi salah satu faktor dari penyebab kenaikannya harga komoditas kedelai tersebut.

Hal tersebut, lanjutnya, karena Indonesia yang sebagian besar kedelainya bergantung pada pasokan dari AS, menjadi terdampak ketika China memborong kedelai AS.

"Momentum baiknya hubungan dagang AS-China yang berakibat pada kenaikan harga kedelai harus dimanfaatkan pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri," papar Nevi.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah diharapkan dapat memperbaiki tata niaga kedelai dalam negeri.

Selain itu, masih menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, dibutuhkan kolaborasi aktif antara kementerian dan lembaga terkait serta melibatkan pelaku industri dan UMKM agar dapat menciptakan stabilitas harga kedelai.

"Melonjaknya harga kedelai juga dapat meresahkan pedagang kecil. Karena nanti penjual gorengan tidak dapat menjual tahu dan tempe goreng, sehingga pendapatan mereka pun bisa berkurang," ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa para pelaku industri tahu dan tempe sangat terbebani dengan adanya kenaikan harga kedelai yang mencapai hampir sebesar 50 persen pada awal tahun 2021 ini.

BPS mencatat produk olahan dari kedelai yakni tahu dan tempe mengalami inflasi pada Desember 2020 masing-masing 0,06 dan 0,05 pesen, menyusul kenaikan harga kedelai di pasar global.

Berdasarkan data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai saat ini melonjak menjadi Rp9.300 per kilogram, dari harga tiga bulan lalu pada kisaran Rp6.000-7.000 per kilogram.

Baca juga: Legislator sarankan pemerintah optimalkan produksi kedelai domestik
Baca juga: Mentan ungkap penyebab pengembangan kedelai sulit dilakukan petani
Baca juga: Kementan: Kenaikan biaya angkut picu lonjakan harga kedelai

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021