Jakarta (ANTARA) - Perusahaan teknologi Ericsson mengatakan bahwa penyediaan spektrum frekuensi menjadi kunci utama untuk menyiapkan dan menghadirkan teknologi 5G di Indonesia.

"Seperti yang kita tahu, banyak hal yang on going untuk dipersiapkan. Memiliki spektrum adalah salah satunya. Spektrum harus tersedia. Pemerintah, regulator, dan operator sudah meng-address ini untuk tersedia di negeri," kata Head of Ericsson Indonesia, Jerry Soper, dalam jumpa pers virtual, Selasa.

Menurut Soper, spektrum penting karena apabila Indonesia tidak memiliki hal tersebut, maka negara tak bisa mengakses dan memanfaatkan teknologi 5G yang lebih canggih, cepat, low latency, dan seamless.

"Seluruh manfaat 5G tersebut bisa didapat dengan adanya ketersediaan spektrum serta ekosistem yang solid dari sisi teknologi, peraturan, dan mitra industri," imbuhnya.

Baca juga: Akses 5G diprediksi jangkau 1 miliar orang di dunia pada akhir 2020

Baca juga: GM lengkapi pabrik Zero dengan koneksi 5G


Ia menuturkan studi potensi bisnis 5G di Indonesia menggambarkan transformasi berbasis ICT skala besar yang dihadapi oleh semua industri secara vertikal.

Ini memungkinkan pendapatan digitalisasi sebesar 44,2 miliar pada tahun 2030, dimana 39 persen nilainya dimungkinkan oleh teknologi 5G. Dari total nilai tersebut, sebesar 47 persen atau sekitar 8,2 miliar bisa didapatkan oleh operator.

"Penerapan 5G di Indonesia akan memainkan peran penting dalam menciptakan pendapatan bagi penyedia layanan melalui konsumen dan perusahaan, serta mendukung agenda transformasi digital pemerintah," kata Soper.

Lebih lanjut, teknologi untuk 5G sendiri sudah berangsur tersedia di banyak negara. Di Asia Tenggara sendiri, Thailand menjadi salah satu pasar (market) 5G terbesar.

"Saat ini, menyiapkan jaringan (network) juga penting sebagai backbone of the data, dan meningkatkan data capacity di Indonesia. Teknologi pelengkap 5G sudah ada sekarang, namun yang paling penting adalah ketersediaan spektrum agar kita bisa bergerak lebih cepat," ujar Soper.

Indonesia pun dinilai akan mampu mengadaptasi teknologi baru seperti 5G dengan cepat. Soper mengatakan, hal ini tak lepas dari populasi generasi muda yang banyak di Tanah Air.

"Indonesia baik dalam mengadopsi teknologi baru, mengingat populasi anak mudanya banyak dan mudah menerima teknologi baru, sehingga ini adalah potensi yang baik," kata Soper.

Upaya Kominfo

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika membuka lelang untuk penggunaan frekuensi 2,3GHz untuk keperluan penyelenggaraan jaringan bergerak seluler, demi mendorong adopsi 5G.

"Seleksi pengguna pita frekuensi radio 2,3 GHz itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G)," kata Kominfo, dalam keterangan pers, beberapa waktu lalu.

Seleksi pengguna pita frekuensi 2,3GHz pada rentang 2360-2390 MHz ini merupakan salah satu cara untuk mendukung transformasi digital di sektor ekonomi, sosial dan pemerintah.

Menurut Kominfo, saat ini masih ada blok frekuensi radio yang belum ditetapkan oleh pengguna pita frekuensi.

Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, lelang sudah dibuka, untuk tiga blok pita frekuensi radio.

Baca juga: Qualcomm perkenalkan chipset terbaru Snapdragon 888

Baca juga: Kerentanan 4G diprediksi juga ditemukan di 5G

Baca juga: Inggris larang pemasangan peralatan 5G Huawei mulai September 2021

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020