Jakarta (ANTARA News) - Dampak kerugian ekonomi akibat pemalsuan produk sejak 2004 hingga saat ini terus meningkat lebih sembilan kali dari Rp4 triliun menjadi Rp37 triliun.

"Kerugian ekonomi nasional akibat maraknya produk palsu sangat signifikan dan ini memerlukan upaya konkrit untuk diberantas," kata Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Widyaretna Buenastuti kepada pers di Istana Wapres, Rabu.

Hal itu dikemukakan setelah dia dan sejumlah pengurus MIAP beraudensi dengan Wapres Boediono membahas mengenai maraknya pemalsuan di Indonesia.

Menurutnya, dampak negatif produk palsu juga berimbas pada meningkatnya pengangguran dari 50.573 orang menjadi 124 ribu orang pada periode yang sama.

Dampak negatif lainnya adalah berkurangnya penerimaan sektor pajak sebesar Rp202,76 miliar.

Untuk menghindari makin parahnya penggunaan produk palsu, perlu meningkatkan kepedulian dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya produk palsu.

"Kerugian masyarakat sebenarnya sangat besar seperti kerugian keselamatan dan kesehatan," katanya.

Untuk mengatasi masalah itu pihaknya minta agar pemerintah ikut berperan aktif dalam mengkampanyekan penolakan menggunakan produk palsu.

"Kami tadi juga minta kepada Bapak Wapres untuk bisa menjadi ikon anti penggunaan produk palsu," kata Sekjen MIAP Justiari Perdana Kusumah.

Menurutnya, data-data yang disampaikan akibat dampak peredaran produk palsu adalah kerja sama dengan LPEM FEUI terhadap 12 sektor industri.

Ke-12 sektor industri itu adalah minuman non alkohol, sigaret, kulit, sepatu, pestisda, obat-obatan, kosmetika, pelumas otomotif dan mesin, pompa air, perlengkapan kantor dan elektronik, lampu, serta suku cadang otomotif. (*)
A025/S004

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010