sebelumnya kegiatan pemboran dilakukan sekitar 300 pemboran per tahun, maka mulai tahun depan diharapkan ada kegiatan untuk 600 sumur.
Jakarta (ANTARA) - Untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030, dibutuhkan investasi sebesar 250 miliar dolar AS atau 25 miliar dolar AS setiap tahun serta ditambah komitmen yang mendukung kepastian berusaha investor.

"Investasi ini mutlak dibutuhkan industri hulu migas untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan, maupun produksi. Oleh karena itu, pada saat yang sama, kami juga membutuhkan kepastian berusaha bagi investor," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam keterangannya, yang diperoleh di Jakarta, Rabu.

Target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD atau setara 3,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) ini merupakan puncak produksi baru bagi Indonesia.

Secara historis puncak sebelumnya terjadi pada 1998, dengan tingkat produksi 2,9 juta BOEPD.

SKK Migas telah menyiapkan empat strategi untuk mengejar target produksi tersebut, yakni mempertahankan produksi-produksi yang sudah ada; upaya percepatan sumber daya menjadi produksi; penerapan enhanced oil recovery (EOR); dan melakukan kegiatan eksplorasi yang masif.



Baca juga: SKK Migas: Blok Rokan masih jadi andalan menuju produksi 1 juta barel


Menurut Dwi, keempat strategi tersebut saling terkait, sehingga semuanya harus memenuhi target yang ditetapkan. Misalnya, untuk kegiatan pengeboran, berdasarkan perhitungan teknis harus ada peningkatan kegiatan.

"Kalau sebelumnya kegiatan pemboran dilakukan sekitar 300 pemboran per tahun, maka mulai tahun depan diharapkan ada kegiatan untuk 600 sumur. Tahun-tahun ke depan diharapkan bisa dinaikkan lagi," katanya.

Dwi menjelaskan road map yang disusun SKK Migas bukan hal yang mengada-ada, mengingat telah ada detail yang diidentifikasi, seperti blok mana saja yang akan berproduksi dan berapa volume tambahannya.

"Namun demikian, perencanaan itu harus diusahakan, agar bisa direalisasikan. Di sini lah butuh kerja sama semua instansi, karena penguatan hulu migas untuk mendatangkan investor itu tidak bisa dilakukan oleh SKK Migas sendiri," katanya.


Baca juga: Capai produksi 1 juta barel, RI perlu tingkatkan daya tarik fiskal


Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan target produksi migas tersebut merupakan tujuan yang harus dicanangkan mengingat konsumsi BBM di Indonesia naik setiap tahunnya.

Tahun lalu, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, konsumsi BBM meningkat 3,5-4 persen.

Saat ini, konsumsi BBM kurang lebih 1,6 juta BOPD, sedangkan lifting sekitar 705.000 BOPD. Apabila konsumsi BBM meningkat 3,5-5 persen per tahun, maka konsumsi minyak pada 2050 diperkirakan mencapai 2,5 juta BOPD.

"Target 1 juta BOPD sangat tepat untuk mengurangi defisit kebutuhan BBM dalam negeri," kata Sugeng.

Sedangkan, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyatakan pihaknya telah melakukan sinergi dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti Kementerian Keuangan untuk memberikan insentif, Kementerian ATR/BPN dalam rangka survei di lapangan bisa berjalan aman dan lancar, dan instansi lainnya untuk mendukung pencapaian target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030.

"Sinergi dengan seluruh pihak terkait menjadi kunci untuk pencapaian target tersebut," katanya.


Baca juga: SKK Migas canangkan program eksplorasi migas secara masif


Terkait sistem fiskal, telah ditetapkan Permen ESDM No 12 Tahun 2020 yang merupakan penegasan pemberlakuan bentuk kontrak kerja sama (KKS) dan fleksibilitas opsi bentuk KKS.

Fleksibilitas ini akan memberikan kenyamanan bagi investor untuk bisa memilih dan menghitung keuntungan, serta disesuaikan dengan portofolio perusahaan.

Tutuka menegaskan pemerintah sepakat bahwa setiap strategi untuk menaikkan produksi migas harus sejalan dengan kondisi lapangan dan regulasinya.

Insentif yang diberikan juga menyesuaikan dengan kebutuhan kontraktor seperti DMO holiday, investment credit, dan depresiasi dipercepat. Kebijakan ini juga akan dibarengi dengan keterbukaan data dan optimalisasi split.

"Harapannya, industri hulu migas lebih bergairah, sambil menunggu harga minyak naik," kata Tutuka.

Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro menegaskan dalam setiap keputusan investasi dibutuhkan kepastian.

"Kepastian itu adalah pertama, secara ekonomi menarik. Kedua, secara kontrak dijamin keberadaannya," ujarnya.

Terkait mempertahankan existing production, kata Hilmi, banyak lapangan tua yang biayanya sangat tinggi, sehingga tidak ekonomis dikembangkan. Akan menjadi ekonomis apabila bagi hasilnya bisa diubah. Kemudian, mentransformasikan discover resources menjadi produksi.

Saat ini, banyak marginal field yang dianggap tidak ekonomis. Cadangan-cadangan migas yang kecil ini akan menjadi menarik apabila ada insentif yang spesial.

Hilmi menyambut baik kebijakan pemerintah yang memberikan fleksibilitas kontrak. Namun, fleksibilitas ini harus disesuaikan dengan masing-masing lapangan.

"Tidak semua marginal field development atau EOR bisa diaplikasikan dengan template kontrak yang sama," katanya.

Dia mengajak pemerintah, pengusaha, dan calon investor duduk bersama untuk melihat satu per satu lapangan migas agar teridentifikasi mana yang dipertahankan, dikembangkan, dilakukan EOR, dan dieksplorasi.

"Kita harus meng-create environment dan prudent regulatory framework agar bisa berkompetisi dan menarik investasi ke Indonesia," ujar Hilmi.



Baca juga: SKK Migas dorong pengeboran guna capai target minyak 1 juta barel/hari

Baca juga: Satu juta barel harapan lapangan kerja untuk anak bangsa

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020