Jakarta (ANTARA News) - Tim penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal menghadirkan Nunun Nurbaeti Daradjatun ke pengadilan dalam kasus dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) 2004 dengan terdakwa politisi PDI Perjuangan Dudhie Makmun Murod.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin, Tim Penuntut Umum yang diwakili M. Rum menyatakan, Nunun tidak bisa dihadirkan di pengadilan karena mengaku sakit dan dirawat di rumah sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Nunun Nurbaeti Daradjatun adalah pihak yang diduga terkait kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004. KPK kesulitan menghadirkan Nunun di pengadilan karena dia mengaku sakit sehingga mengalami gangguan mengingat.

Tim penuntut umum menyertakan laporan hasil pemeriksaan kesehatan dari rumah sakit Gading Pluit, Jakarta Utara tertanggal 23 November 2009 pada sidang itu.

Selain itu, tim juga menyerahkan laporan kesehatan dari dokter yang merawat Nunun di Singapura, yaitu dr. Nay I Ping dan dr. Geraldine TT Lin, kepada majelis hakim.

Kemudian, tim juga melampirkan surat dari mantan Wakil Kepala Polri, Adang Daradjatun yang juga suami Nunun.

Dalam suratnya, Adang menyebutkan Nunun sedang menjalani pemeriksaan di Singapura sejak 23 Februari 2010.

Tim Penuntut Umum berpendapat keterangan saksi dalam kasus itu sudah cukup, jadi keterangan Nunun tidak diperlukan lagi.

"Kami rasa sudah cukup," kata penuntut umum, M. Rum.

Sementara itu, ketua majelis hakim Nani Indrawati menjelaskan, KPK telah menghabiskan waktu satu bulan untuk menghadirkan Nunun.

Jika harus menunggu kesiapan Nunun untuk bersaksi, maka hal itu akan berbenturan dengan masa penahanan Dudhie yang menjadi terdakwa dalam kasus itu.

Masa penahanan Dudhie berakhir pada 24 Mei 2010, sehingga sidang harus selesai sebelum tenggat waktu itu.

Oleh karena itu, Nani Indrawati sepakat untuk tidak menghadirkan Nunun di persidangan. Dia berpendapat, bukti yang dihadirkan selama ini sudah cukup untuk memutuskan perkara itu.

"Sudah cukup pembuktiannya," kata Nani.

Seperti diberitakan, KPK menduga ada aliran 480 lembar cek bernilai Rp50 juta per lembar kepada sejumlah anggota DPR. Aliran cek itu diduga terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda Swaray Goeltom.

Fakta persidangan menyebutkan, perintah aliran itu berasal dari pengusaha perempuan, Nunun Nurbaeti Darajatun.

Presiden Komisaris PT Wahana Esa Sejati itu memerintahkan karyawannya, Arie Malangjudo, untuk mendistribusikan cek itu kepada sejumlah anggota DPR.

Ketika bersaksi di persidangan, Arie mengakui adanya hubungan antara PT Wahana Esa Sejati milik keluarga Nunun dengan Bank Artha Graha.

"Perusahaan kami memiliki pinjaman modal kerja sebesar Rp12 miliar dari Bank Artha Graha," kata Arie yang juga pernah menjadi Dirut PT Wahana Esa Sejati.

Menurut dia, nilai pinjaman itu tidak berubah setelah terjadi pembelian dan distribusi 480 lembar cek senilai Rp50 juta per lembar pada 8 Juni 2004.

Arie tidak mengetahui jika perusahaannya memliki kerjasama usaha dengan PT First Mujur Plantation and Industries.

Sebelumnya, fakta persidangan menyebutkan bahwa 480 lembar cek Bank International Indonesia itu dibeli atas permintaan Bank Artha Graha melalui PT First Mujur Plantation and Industries.

(F008/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010