Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku telah menetapkan lima tersangka baru kasus dugaan penggelembungan biaya tiket perjalanan diplomat di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) periode 2006-2009.

"Dengan penetapan lima tersangka baru, berarti saat ini sudah ada 10 tersangka," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, seusai menghadiri acara "coffee morning" antara Jaksa Agung, Hendarman Supandji dengan Forum Wartawan Kejagung (Forwaka), di Jakarta, Rabu.

Lima tersangka sebelumnya, yakni I Gusti Putu Adnyana dan Syarif Syam Arman, keduanya menjabat sebagai bendahara biaya perjalanan diplomat Kemlu.

Kemudian, Ade Wismar Wijaya (mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu)), Syarwani Soeni (Direktur Utama PT Indowanua Inti Sentosa/travel), dan Ade Sudirman (staf Biro Keuangan Kemlu).

Jampidsus menyatakan kelima tersangka baru kasus Kemlu itu, merupakan pihak travel atau biro perjalanan yang mengurusi tiket perjalanan para diplomat di lingkungan Kemlu.

Disebutkan, kelima tersangka dari pihak travel itu, yakni, Nurwijayanti (Dirut PT A), Herron Dolfa (Dirut PT K), Tjasih Litasari (Manajer Operasional PT P), Danny Limarga (Dirut PT S) dan Jean Hartaty (Manajer Operasional PT B).

"Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di kemlu itu," katanya.

Sementara itu, mengenai mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemlu Imron Cotan yang belum ditetapkan menjadi tersangka, karena pihaknya hanya memiliki satu keterangan saja melalui testimoni tersangka Ade Wismar.

"Soal temuan uang di brankas IC, itu merupakan uang pemberian dari Ade Wismar yang kemudian ditolak oleh IC," katanya.

Selanjutnya, ia menambahkan sekretaris IC sengaja menyimpan uang pemberian itu sebanyak tiga kali di brankas hingga saat ada pemeriksaan ditemukan ada uang sebesar Rp600 juta.

"Uang itu tidak langsung dikembalikan oleh sekretarisnya meski sudah ditolak oleh IC, mungkin akan diserahkan pada akhir tahun," katanya.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus, Arminsyah menyatakan, dari hasil pemeriksaan terhadap 21 saksi yang dilakukan penyidik sampai 10 Maret 2010 didapatkan fakta hukum adanya catatan penggunaan atau pemanfaatan dana yang berasal dari tindakan penggelembungan tiket tersebut.

"Bahwa dalam pembayaran biaya perjalanan diplomat, kedua tersangka itu menerima surat penagihan dari travel, di mana dalam mengajukan penagihan atau invoice tersebut, pihak travel mengosongkan nilai tagihan dalam tanda terima," katanya.

Dijelaskan, pembelian tiket untuk diplomat itu tidak melalui proses pemesanan.

"Namun diplomat tersebut membeli tiket di luar negeri dan meminta refund (pengembalian) tiket kepada travel," katanya.

Kemudian, setelah refund tiket dibayarkan sesuai harga asosiasi penerbangan internasional (IATA) oleh travel, diajukan tagihannya ke Biro Keuangan Deplu.

"Namun sebelumnya pihak travel diduga menaikkan harganya sebesar kurang lebih 25 persen dari harga IATA," katanya.

Selanjutnya Biro Keuangan Kemlu mengajukan pencairan dana ke KPPN diduga dengan menaikkan tagihan tersebut kurang lebih 25 persen dari harga IATA.

"Sehingga terjadi dua kali mark up (penggelembungan)," katanya.
(R021/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010