Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif "Center for Indonesia Reform" (CIR) Sapto Waluyo mengemukakan bahwa masyarakat dan pegiat hak asasi manusia (HAM) di Indonesia bisa mengajukan petisi kepada Pemerintah Amerika Serikat agar mengembalikan Hambali ke Indonesia.

"Petisi desakan (mengembalikan Hambali ke Indonesia) sangat penting agar (Hambali) bisa diperiksa dalam peradilan terbuka. Dari situlah akar masalah terorisme di Indonesia bisa diurai," katanya melalui keterangan yang disampaikan di Jakarta, Kamis.

Petisi tersebut, lanjut dia, bisa diserahkan saat kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia pada 23-25 Maret.

CIR merupakan lembaga kajian strategi dan kebijakan, serta rujukan informasi untuk masalah ekonomi, politik, sosial-budaya, sains-teknologi, hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang didirikan pada 30 November 2001.

Ia menjelaskan, usulan itu disampaikannya saat berbicara dalam diskusi bersama dua narasumber yakni analis yang juga Direktur Eksekutif "Centre for Strategic and International Studies" (CSIS) Dr Rizal Sukma dan Dr Riefqi Muna, M.Def.Stud, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di markas dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Jadi, mengembalikan Hambali ke Indonesia bisa mengurai akar masalah terorisme di Indonesia secara terbuka," kata alumni Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) yang menamatkan S-2 dengan kajian terorisme di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) yang berada di lingkungan kampus Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu.

Sementara itu, Rizal Sukma dari CSIS menyatakan bahwa janji Obama untuk melakukan rekonsiliasi dengan dunia Islam memang harus ditagih dan diuji seperti pidato yang disampaikannya di Kairo, Mesir dulu.

"Ketika Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden berkunjung ke Jerusalem, ternyata Israel mengumumkan pembangunan permukiman baru Yahudi, bagaimana sikap Obama?," katanya.

Sedangkan Riefqi Muna dari LIPI menegaskan bahwa memerangi terorisme tetap harus memperhatikan HAM. "Seorang teroris, apalagi baru tersangka, tak bisa dieksekusi tanpa peradilan. Itu `Syracuse Principle` yang berlaku di seluruh dunia," katanya.

Juru bicara presiden Dino Patti Djalal mengatakan bahwa jadwal kunjungan Obama di Indonesia tidak berubah, sekali pun ada perubahan waktu kedatangan menjadi 23-25 Maret 2009 dan batal membawa keluarga.(A035/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010