Boyolali (ANTARA News) - Ratusan kepala desa (Kades) yang tergabung dalam Paguyuban Perangkat Desa (Parade) Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu mendatangi gedung DPRD setempat menuntut revisi Perda Nomor 14/2006 tentang Kedudukan Keuangan Kades dan Perangkat Desa.

Ratusan Kades dari 19 kecamatan di Boyolali tersebut dalam aksinya mendesak DPRD dan bupati setempat segera merevisi pasal pasal dalam peraturan daerah (Perda) yang sebagian besar menyangkut besaran dan sumber dana penghasilan tetap Kades dan sekretaris desa (Sekdes).

Pengunjukrasa tersebut selain melakukan orasi juga membawa sejumlah spanduk dan poster yang isinya antara lain, " Revisi Perda No 14 Harga Mati", "Kades Ojo Kanggo Uji Coba", dan "Perda 14 Jangan Nekak Kepala Desa".

Ratusan Kades tersebut diterima oleh pimpinan DPRD Boyolali, Paryanto dan sejumlah anggota lainnya serta dihadiri oleh Bupati Sri Moejanto bersama pejabat instansi terakit di lingkungan pemerintah kabupaten (Pemkab).

Selain itu, aksi juga dihadiri anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko dan Ketua Umum Parade Nusantara Sudir Santoso, yang ikut mengawal berdialog untuk menyelesaikan permasalah kades di Boyolali tersebut.

Koordinator aksi Bambang Wahyono mengatakan, pihaknya melakukan aksi karena revisi terhadap empat pasal dalam Perda yang sebagian besar menyangkut besaran dan sumber dana penghasilan tetap kades dan sekdes belum ditindaklanjuti oleh bupati.

"Kami tuntut dilakukan revisi Perda Nomor 14 tahun 2006, terutama pada pasal 2, 3 dan 4, karena telah merugikan Kades dan perangkat desa," katanya.

Menurut dia, bupati dulu sudah menjanjikan bahwa Perda tersebut dapat direvisi setelah dua tahun diberlakukan. Namun, lanjut dia, kini sudah berjalan selama dua tahun lebih, Bupati tidak melakukan janji itu.

Oleh karena itu, para Kades di Boyolali ini menuntut segera dilakukan direvisi karena Perda tersebut membuat tingkat kesejahteraan seluruh Kades berkurang.

Terkait hal tersebut Bupati Sri Moeljanto menjelaskan, kemungkinan dilakukannya revisi Perda Nomor 14 tahun 2006 masih sangat terbuka. Hanya saja, revisi harus sesuai dengan ketentuan, mekanisme dan prosedur yang berlaku.

Selain itu, pihaknya juga tetap memperhatikan aspirasi masyarakat secara luas dan yang terpenting ada kesepakatan antara Perda dan peraturan bupati (Perbup).

"Saya merespon tuntutan para Kades dan segera mengumpulkan seluruh staf terkait guna membicarakan masalah itu," katanya.

Ketua Umum Parade Nusantara Sudir Santoso, saat mengawal untuk berdialog antara ratusan Kades dan Bupati Boyolali tersebut menjelaskan, permasalahan atas tuntutan para kades di Boyolali masalah tanah desa (bengkok).

Menurut Sudir, cuma permasalahannya ada cacat pada Perbup yang menyangkut tanah bengkok itu diatur ditentukan oleh bupati.

"Dalam Perbup itu seakan-akan tanah bengkok menjadi otoritas kabupaten," katanya.

Namun, menurut dia, dialog antara Kades dengan bupati sudah ditemukan permasalahannya dan ada jalan keluarnya, yakni tanah bengkok adalah tanah adat yang mengatur seharusnya pemerintah desa bukan kabupaten.

"Kesalahannya pada pembuat Perbup, karena bengkok akan diatur oleh kabupaten. Tanah adat yang mengatur harus desa yang disulkan ke pemkab dengan seizin bupati," katanya.

Anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko menjelaskan, terkait dengan masalah tanah bengkok harus dikembalikan kepada perangkat desa untuk mengatur dan mengelola.

"Bupati Sri Moeljanto juga akan mengubah Perbup, dan akan dilakukan, tinggal waktunya saja," katanya.

Menurut dia, bupati sudah menyetujui masalah tanah desa itu karena sejak tahun 2007 telah diatur oleh Pemkab.

"Hal itu, tidak perlu mengubah Perda tentang pemerintah desa. UU 32/2004, tentang Pemerintah Daerah terkait penataan dan penyelenggaraan pemerintahan juga akan dicabut," katanya.

(U.KR-BDM/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010