Timika (ANTARA Nws) - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendesak dilakukan renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia lantaran kontrak karya tahap dua yang dibuat pada era 1990-an dinilai sangat merugikan.

"DPD akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang membicarakan kembali persoalan tambang yang ada di Papua. Kita akan dorong renegosiasi kontrak karya Freeport," kata Mervin Sadipun Komber, anggota DPD perwakilan dari Provinsi Papua Barat saat pertemuan dengan jajaran Muspida Mimika di Timika, Rabu.

Komber mengatakan membicarakan soal kehadiran Freeport di Tanah Papua selama lebih dari 40 tahun telah merugikan Indonesia, terutama rakyat Papua.

"Tinggalkan semua nyanyian sendu selama ini. Mari kita dorong dilakukan renegosiasi kontrak karya Freeport," ajak Komber.

Rekan Komber, Muhammad Asri Annas mengatakan dalam kegiatan lokakarya pertambangan di Indonesia yang diprakarsai DPD RI pada bulan April mendatang akan diundang semua kabupaten penghasil tambang bersama perusahaan pertambangan seperti PT Freeport guna mengetahui sejauh mana keberadaan perusahaan tambang tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.

Asri juga mendesak Bupati Mimika Klemen Tinal membicarakan izin pakai lahan kawasan hutan yang dipakai oleh Freeport selama ini.

"Saya harap Bupati Mimika membicarakan hal ini dengan manajemen Freeport karena sampai saat ini Freeport belum menindaklanjuti surat Menteri Kehutanan No 606 tahun 2009," desak anggota PPD dari Provinsi Sulawesi Barat itu.

Menurut Asri, tailing atau pasir sisa tambang (sirsat) Freeport yang diendapkan di dataran rendah Mimika dengan jumlah sekitar dua juta miliar ton seharusnya dimanfaatkan secara efektif untuk membangun infrastruktur jalan di Papua.

Anggota DPD dari Provinsi Maluku Utara, Matheus mempertanyakan terjadinya krisis energi listrik di kota Timika, padahal di wilayah ini terdapat perusahaan tambang raksasa PT Freeport yang menyediakan energi listrik dalam kapasitas yang sangat besar.

"Sangat tidak logis di Timika terjadi krisis listrik, padahal di sini ada perusahaan besar," tutur Matheus.

Ia mengatakan sesuai ketentuan UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara maka perusahaan tambang yang telah beroperasi di atas lima tahun wajib melepaskan sebagian sahamnya kepada Pemda.

Bupati Mimika, Klemen Tinal mendukung penuh rencana renegosiasi kontrak karya Freeport. "Kami sangat mendukung rencana untuk melakukan renegosiasi kontrak karya Freeport karena kontrak karya yang ada saat ini dibuat sebelum reformasi," kata Tinal.

Tinal mengatakan, kontrak karya Freeport sedianya harus berlandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan, berkeadilan dan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia, khususnya terhadap orang Papua.

Menurut Tinal, selama ini Pemkab Mimika hanya menerima dana royalti dari Freeport di mana besarnya dana royalti tersebut tidak tetap setiap tahun karena tergantung produksi dan harga tembaga di pasaran dunia.

Pada 2009, katanya, dana royalti yang diterima Pemkab Mimika dari Freeport turun Rp150 miliar dari target yang ditetapkan.

Kontrak karya tahap II PT Freeport Indonesia ditandatangani pada era 1990-an pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Dengan kontrak karya tersebut, Freeport diberi hak menambang mineral tembaga dan emas di Tembagapura Mimika, Papua hingga tahun 2040.
(T.E015/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010