Denpasar (ANTARA News) - Ir Nyoman Susrama MM (47) yang didakwa selaku dalang atas kasus pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa (43), dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Senin.

Pemenang suara terbanyak untuk calon legislatif Kabupaten Bangli dari PDIP pada pemilu lalu itu, dinyatakan terbukti bersalah telah memimpin perencanaan sekaligus pelaksana atas aksi pembunuhan terhadap Prabangsa.

Vonis majelis hakim yang diketuai Djumain SH itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Nyoman Sucitrawan SH yang meminta terdakwa Susrama dijatuhi hukuman mati.

Dalam sidang yang dimulai sejak pukul 11.00 Wita dan berlangsung sekitar enam jam itu, majelis hakim menyatakan Susrama bersama delapan temannya (disidangkan terpisah) terbukti secara sah dan meyakinkan telah mengabisi nyawa korban Prabangsa.

Prabangsa terungkap dihabisi nyawanya dengan cara dikeroyok dengan hantaman sepotong balok dan tangan kosong di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli, 11 Februari 2009.

Mengetahui Prabangsa sudah tak berdaya, Susrama dan kawan-kawan membungkus dan membuang korban ke perairan laut di kawasan Pantai Belatung, Kabupaten Klungkung.

Lima hari setelah kejadian, mayat wartawan Radar Bali tersebut ditemukan mengambang di kawasan Perairan Teluk Bungsil, Kabupaten Karangasem, kurang lebih lima kilometer timur Pantai Belatung.

Dalam nota vonisnya yang dibacakan secara bergantian, majelis hakim menggambarkan secara rinci perbuatan Susrama bersama delapan temannya, baik sejak perencanaan maupun pelaksanaan pembunuhan terhadap korban Prabangsa.

Aksi "pencabutan" nyawa bagi korban tersebut diawali dengan pertemuan antara Susrama yang pimpro pembangunan sejumlah sekolah di Bangli dengan berberapa anak buahnya seperti Rencana, Mangde dan Komang Gede ST, pada 6 Pebruari 2009.

Pada kesempatan itu Susrama kepada mereka menyampaikan rasa kesalnya atas pemberitaan Prabangsa di Harian Radar Bali menyangkut penyimpangan proyek pembangun sekolah yang dia pimpin.

Bersamaan itu pula, Susrama merencanakan sekaligus memerintahkan anak buahnya itu melakukan aksi pembunuhan terhadap Prabangsa.

Selanjutnya, kata hakim, dua hari kemudian, Susrama bersama anak buah atau teman-temannya itu, melakukan survei ke Pantai Belatung, sebelah timur Pura Goa Lawah, Kabupaten Klungkung, untuk mencari tempat pembuangan mayat korban.

Terdakwa kemudian melanjutkan rencananya dengan memberitahu kepada sejumlah pekerja bangunan di rumahnya di Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli, agar pada tanggal 11 Februari tidak bekerja.

Meski tanpa alasan yang jelas, para tukang tetap mentaati untuk tidak bekerja selama tiga hari, dan saat itulah Susrama dan beberapa terdakwa yang lain "mengeksekusi" mati Prabangsa di rumah Susrama yang sedang dalam proses pembangunan tersebut.

Korban yang dianiaya dengan tangan kosong serta pentungan kayu, selanjutnya oleh Susrama dan kawan-kawan dibuang di lokasi yang sebelumnya telah disurvei terlebih dahulu itu.

Sebelum menjatuhkan vonis penjara seumur hidup, majelis hakim sempat menyampaikan beberapa hal yang memberatkan, antara lain perbuatan terdakwa Susrama sangat tidak menghotmati dan menghambat kebebasan pers.

Masalahnya, Prabangsa dihabisi nyawanya terkait dengan pemberitaan yang ditulis pada media massa tempat korban bekerja, yang pada pokoknya berisikan sorotan mengenai sejumlah penyimpangan pada proyek yang dipimpin Susrama.

Selain itu, lanjut hakim, selama di persidangan Susrama selalu memberikan keterangan yang berbelit-belit, serta berupaya memungkiri semua perbuatannya.

Sementara hal-hal yang meringankan nyaris tidak ditemukan majelis hakim pada diri terdakwa Susrama.

Menanggapi vonis majelis hakim, baik terpidana Susrama maupun tim penasehat hukumnya yang diketaui Sugeng Teguh Santoso langsung menyatakan naik banding.(P004/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010