Jakarta, 11/2 (ANTARA) - Di sela kesibukan mengikuti Rapat Kerja dan Evaluasi Program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II di Cipanas 3 Pebruari 2010, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meresmikan Pusat Penelitian dan Konservasi Amphibi (P2KA) yang terletak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cibodas, Cipanas, Jawa Barat. Peresmian dilaksanakan pukul 04.30 WIB ditandai dengan pelepasliaran 7 (tujuh) ekor katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) dan sepasang Katak Bertanduk (Megophrys montana) di dalam rumah katak dan dilanjutkan dengan penandatangan piagam peresmian sebagai simbolisasi dimulainya upaya penelitian dan konservasi amphibi secara kontinu di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.


Pembentukan Pusat Penelitian dan Konservasi Amfibi bertujuan untuk learning center menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, penyadartahuan (awareness) dan peningkatan pengetahuan staf dan pegawai TNGGP serta masyarakat umum. P2KA akan menjadi model konservasi species yang menjembatani usaha penelitian dan konservasi amfibi di TNGGP untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian amphibi.


Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu kawasan konservasi hutan hujan tropis pegunungan kaya akan keanekaragaman hayati (biodiversity). Sebagai salah satu benteng hijau di jantung Jawa Barat dengan iklim mikro yang masih terjaga, kawasan ini menjadi hunian nyaman bagi satwa untuk melangsungkan kehidupannya termasuk salah satunya jenis amphibi yang merupakan flagship species. Keberadaan amphibi telah menjadi suatu indikator lingkungan mengenai perubahan iklim dan kondisi lingkungan yang baik serta tidak tercemar.


Taman Nasional Gede Pangrango memiliki jenis amfibi sebanyak 19 jenis, yaitu 18 jenis ordo Anura dan 1 jenis ordo Sesilia. Bila digabungkan dengan jumlah jenis amfibi yang ada di kawasan sekitarnya, semisal Kebun raya Cibodas dan desa-desa di sekitar TNGGP, maka jumlah jenis amfibi yang ada mencapai 22 jenis. Namun, jumlah jenis ini bertambah seiring dengan meningkatnya monitoring yang dilakukan di kawasan ini. Paling tidak tercatat tambahan satu jenis katak yang sulit ditemukan yaitu jenis Nyctixalus margaritifer (IUCN Vulnerable) di jalur Selabintana, di jembatan kayu ke-2 ke arah Curug Cibeureum dan di jalur Ciwalen.


Salah satu katak yang perlu mendapat perhatian serius adalah katak merah atau Leptophryne cruentata yang merupakan endemik Jawa Barat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa jenis ini menyebar di tiga lokasi di TNGGP yaitu di Cibeureum, Lebak Saat dan Rawa Denok yang semuanya terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Gede Pangrango. Namun hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa populasi L. cruentata di Lebak Saat sudah tidak ada lagi. Pada tahun 1990-an jenis ini pernah dinyatakan menghilang dari daerah Cibeuruem, namun hasil survei yang dilakukan Tim IPB, menunjukkan bahwa jenis ini masih dapat dijumpai walaupun sangat jarang. Status Kodok merah ini telah masuk ke dalam Daftar Merah (Redlist) IUCN sebagai Critically Endangered, namun tidak dilindungi dalam hukum Indonesia.


Salah satu ancaman bagi keberadaan amfibi di alam adalah penyakit jamur Batrachochytrium dendrobatidis. Jamur ini adalah patogen yang mengakibatkan penyakit pada katak yaitu chytridiomycosis (atau chytrid), yang diduga menyebabkan penurunan serta punahnya berbagai populasi amfibi di berbagai belahan dunia. Saat ini, Batrachochytrium dendrobatidis telah ditemukan di hampir seluruh populasi amfibi di dunia walaupun penyebaran di Asia hanya diketahui dari Jepang, Korea Selatan dan Indonesia. Adanya chytrid pada 5 jenis katak di TNGP cukup meresahkan karena dikhawatirkan akan menyebabkan dampak penurunan populasi di alam pada masa datang.


Sebagai wujud dari kepedulian terhadap permasalahan tersebut, TNGGP segera mengambil langkah yang sangat nyata untuk menjaga kelestarian berbagai species amphibi dengan membentuk Pusat Penelitian dan Konservasi Amfibi (P2KA) di Resort Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.


Diharapkan dengan berdirinya P2KA, kepedulian masyarakat terhadap hewan yang kurang dikenal ini semakin meningkat. Selain peresmian P2KA, Menteri Kehutanan didampingi Kepala TNGGP Sumarto juga melakukan penanaman pohon Rasamala (Altingia excelsa), di halaman depan Kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Simbolisasi penanaman oleh Menteri Kehutanan tersebut diharapkan dapat menjadi motivasi dalam melakukan kegiatan penanaman khususnya di kawasan TNGGP dan desa penyangga di sekitarnya. Menhut juga melihat fasilitas TNGGP berupa Picture Poin, Mikrohydro, dan fasilitas Wisata Edukasi TNGGP.


Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Kementerian Kehutanan

Pewarta:
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010