Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menyatakan, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) dapat diuji konstitusionalitasnya oleh MK antara lain karena perkembangan dalam ketatanegaraan Indonesia.

"Akhir-akhir ini ada perkembangan penting dalam ketatanegaraan kita sehingga saya ikut menyetujui agar Perpu dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi terutama melalui titik tekan dalam penafsiran konstitusi," kata Mahfud dalam sidang putusan uji materi Perpu No 4/2009 tentang Perubahan UU KPK di Gedung MK Jakarta, Senin.

Menurut Ketua MK, perkembangan ketatanegaraan saat ini menunjukkan perlunya penafsiran atas isi UUD 1945 yang tidak hanya bertumpu pada tafsir historik dan gramatik, tetapi juga berdasarkan pada tafsir teologis dan sosiologis yang berkembang di masyarakat.

Ia mencontohkan, akhir-akhir ini timbul perdebatan, apakah penilaian untuk memberi persetujuan atau tidak atas Perpu oleh DPR dilakukan persis pada masa sidang setelah Perpu dikeluarkan atau bisa kapan saja.

"Dalam kenyataannya, Perpu yang dimohonkan pengujian dalam perkara ini baru dibahas oleh DPR setelah melampaui masa sidang pertama sejak Perpu ini dikeluarkan," katanya.

Seperti diketahui Perpu 4/2009 diundangkan pada tanggal 22 September 2009, sedangkan masa sidang DPR berikutnya (DPR baru, hasil Pemilu 2009) adalah tanggal 1 Oktober sampai dengan tanggal 4 Desember 2009, tetapi Perpu itu tidak dibahas pada masa sidang tersebut.

Menurut Mahfud, kalau Perpu tidak dapat diuji oleh MK maka sangat mungkin suatu saat ada Perpu yang dikeluarkan tetapi DPR tidak membahasnya dengan cepat dan mengulur-ulur waktu dengan berbagai alasan, padahal Perpu tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.

"Oleh sebab itu menjadi beralasan, demi konstitusi, Perpu harus dapat diuji konstitusionalitasnya oleh MK agar segera ada kepastian dapat atau tidak dapat terus berlakunya sebuah Perpu," kata Ketua MK.

Mahfud mengutarakan hal tersebut dalam sidang putusan uji materi Perpu 4/2009. Dalam perkara tersebut, MK memutuskan pemohon yang terdiri dari para advokat tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing).

Dengan demikian, para pemohon tidak dirugikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya Perpu 4/2009 dan sekiranya ada maka kerugian tersebut tidak bersifat spesifik (khusus) dan aktual serta berpotensi akan terjadi.

Mahkamah juga memutuskan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang didalilkan pemohon dengan berlakunya Perpu 4/2009 sehingga pokok permohonan tidak dipertimbangkan.

Sejumlah advokat yang mengajukan permohonan uji materi Perpu 4/2009 antara lain Saor Siagian, Mangapul Silalahi, Daniel Tonapa Masiku, Sandi Ebenezer Situngkir, dan Carrel Ticualu.

Para pemohon berargumen bahwa Perpu 4/2009 melanggar prosedur pembentukan suatu Perpu karena tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa.

Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang". (M040/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010