Bogor, (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meluncurkan teknologi Beyonic yang merupakan teknologi berbasis mikroba untuk pembuatan pupuk organik.

Peluncuran teknologi tersebut dilakukan oleh Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata dengan disaksikan Kepala LIPI, Prof Umar Anggara Jenie di Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Prof Dr Endang Sukara dalam pemaparan mengenai Beyonic mengatakan teknologi ini merupakan salah satu solusi atas masalah menurunnya kualitas lahan akibat penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan.

"Pemanfaatan mikroba yang merupakan salah satu kekayaan hayati kita menjadi alternatif yang harus terus dikembangkan menjadi suatu produk untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi pemakaian pupuk buatan," kata Endang.

Ia mengatakan, Pemerintah pada tahun 2010 telah menganggarkan dana subsidi Rp11,86 triliun untuk memproduksi 11,76 juta ton pupuk organik.

Namun subsidi tersebut hanya dimanfaatkan oleh produsen besar sehingga petani masih tetap tidak mandiri terkait penyediaan pupuk organik tersebut.

"LIPI ingin agar petani bisa mengolah sendiri pupuk organik dengan teknologi ini sehingga mereka menjadi mandiri," kata Endang.

Ia juga menjamin bahwa mikroba yang digunakan aman dan terjaga kemurniannya.

"Mikroba yang digunakan adalah mikroba lokal yang dijamin keamanan serta kemurniannya dan dipelihara oleh Biotechnology Culture Collection yang telah terdaftar di WFCC (World Federation for Culture Collection)," katanya.

Sekarang ini, lanjut dia, banyak mikroba yang didatangkan dari luar negeri yang belum tentu handal. "Bahkan jangan-jangan malah merusak lingkungan kita," katanya.

Saat ini beberapa seri produk pupuk organik yang telah dipasarkan diantaranya adalah BioPoska, Kompenit, Biomat, Biorhizin, Kedelai Plus, BioVam dan Katalek.

Seri lain yang akan segera menyusul adalah pupuk organik untuk tambak, kawasan tambang yang tercemar limbah logam berat, kawasan tercemar minyak, serta energi alternatif, kata Endang.

Sementara itu, Menristek Suharna Surapranata mengatakan, hasil inovasi teknologi hendaknya bisa langsung dimanfaatkan oleh departemen teknis sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pada industri asing.

"Hasil penelitian yang sangat bermanfaat kalau tidak bisa diintermediasikan dan disinegikan dengan departemen teknis akan mubazir," katanya.

Padahal, lanjut Suharna, pembangunan di Indonesia sangat membutuhkan produk-produk teknologi.

Ia mengakui bahwa beberapa departemen teknis belum paham bahwa hasil-hasil riset teknologi dalam negeri telah mampu memenuhi kebutuhan nasional.

"Oleh karena itu penting bagi kita untuk saling memberi informasi tentang apa yang dibutuhkan oleh Pemerintah dalam pembangunan," katanya.(*)

 

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010