Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengatakan peralihan operasional kendaraan bus yang mengkonsumsi bensin ke BBG atau compressed natural gas (CNG) tidak konsisten.

Dalam workshop "Kesiapan Industri EV" yang digelar oleh Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Selasa, Syafrin menilai dukungan yang didapatkan oleh Jakarta terhadap implementasi bus berbahan bakar CNG ini hanya setengah-setengah.

"Jakarta untuk masuk implementasi CNG ini itu sudah sedemikian banyak sumber daya yang dikeluarkan, termasuk di dalamnya kami mendorong beberapa BUMD untuk masuk supply CNG tetapi kemudian di level nasional tahun ini kurang mendapatkan sambutan yang baik, akibatnya kita bisa saksikan sekarang bahwa kemudian armada Transjakarta itu banyak kembali menggunakan bahan bakar fosil," kata dia.

Padahal dalam hal implementasi, Syafrin mengungkapkan untuk penggunaan bahan bakar CNG ini, DKI Jakarta sudah banyak mengeluarkan sumber daya yang begitu banyak dengan juga melibatkan beberapa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk bisa memasok bahan bakar tersebut.

Syafrin berharap, ke depannya bus berteknologi penggerak listrik akan memiliki "nasib" yang lebih baik ketimbang bus versi CNG yang tidak terlalu masif.

"Tentu, harapannya dengan adanya kegiatan hari ini, kami berharap bahwa kami semua memiliki komitmen bersama dari pusat maupun daerah yang kemudian akan kita kolaborasikan untuk kebaikan masa depan kita bersama," harap dia.

Dalam hal ini, ia menjelaskan gagasan 3K (komunikasi, koordinasi dan kolaborasi) yang nantinya dapat diimplementasikan untuk kelancaran hadirnya bus listrik di Indonesia dan juga sehatnya lingkungan hidup dengan udara yang berkualitas baik.

"Sekarang, saya menyebut ada 3 K yang harus dikerjakan bersama agar implementasi bus listrik di Jakarta ini tidak seperti program perbaikan lingkungan udara di Jakarta yang sebelumnya hangat di awal saja," tegas dia

Yang pertama menurut dia itu adalah harus adanya komunikasi yang baik, sehingga nantinya akan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Selanjutnya yang ke dua adalah, koordinasi dalam hal ini harus tercatat dengan baik siapa berbuat apa dengan benar dan juga jelas.

"Sehingga dari level koordinasi ini, kami bisa melakukan inventarisasi kebutuhan apakah itu terkait regulasi, teknis dan operasional. Sehingga, program bus listrik ini bisa disampaikan secara baik dan berkepanjangan," kata dia

K yang ketiga menurut dia adalah kolaborasi aktif dari setiap pemangku kepentingan, yang juga menjadi acuan terpenting dalam kelangsungan hidup dan ekosistem bus listrik di Indonesia.

Baca juga: Uji coba bus listrik di Jakarta dilakukan secara ketat

Baca juga: TransJakarta uji coba bus listrik untuk rekomendasikan pengadaan

Baca juga: TransJakarta uji coba bus listrik Balai Kota-Blok M, Senin
Pewarta:
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020