Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM dan BUMN, dan standarisasi nasional secara prinsip menyatakan dukungan atas usulan Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara (Malut) dijadikan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK).

"Kami menunggu proposal dengan data pendukung yang lengkap, sehingga bisa diperjuangkan alasan-alasan rasionalnya kepada pemerintah agar KEK untuk Kabupaten Pulau Morotai dapat segera disetujui," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR, Ir Nurdin Tampubolon di Jakarta, Kamis.

Usai mendengarkan paparan dari "Malut Crisis Centre" dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang membahas usulan KEK, ia mengemukakan segala potensi yang ada di Kabupaten Morotai -- sebagai daerah pemekaran baru, yang sebelumnya masuk Kabupaten Halmahera Utara --usulan yang disampaikan tersebut realistis.

"Khusus untuk bidang pariwisata, Morotai bisa menjadi ikon kepariwisataan baru di kawasan Indonesia Timur, terlebih dengan adanya jejak peninggalan markas Panglima Divisi VII AS pada perang dunia (PD) II, Jenderal Douglas MacArthur," kata Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumut 1 Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura) itu.

Delegasi "Malut Crisis Centre" yang dipimpin Ir Muhammad Banapon, MSi, yang disertai Ketua Tim KEK Kabupaten Pulau Morotai, Rusli Sibua, Sekretaris Tim, Muhlis Baay dan didampingi dua ahli dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), memberikan pemaparan selama 30 menit di depan Komisi VI.

Pada paparannya, Rusli Sibua yang juga Ketua Bappeda Kabupaten Pulau Morotai menyampaikan bahwa sebagai daerah pemekaran baru yang memiliki banyak potensi sumberdaya alam kelautan dan juga wisata sejarah meminta dukungan Komisi VI untuk membantu mengusulkan kepada pemerintah agar menggunakan Pasal 8 UU Nomor 39 Tahun 2009 mengenai KEK guna mempercepat perwujudannya.

Pasal 8 dalam UU dimaksud menyebutkan bahwa dalam hal tertentu, pemerintah dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK tanpa melalui proses pengusulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

"Kalau memakai Pasal 5, prosesnya membutuhkan waktu lama, sehingga dengan dukungan Komisi VI, pemerintah bisa memakai Pasal 8," katanya.

Dalam Pasal 5 ayat 1 UU tersebut dinyatakan pengusulan pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh badan usaha, pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi.

Kemudian ayat 2 menyatakan dalam hal usulan diajukan oleh badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota.

Dalam hal usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi, dan dalam hal usulan diajukan oleh pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat, usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota.

"Mengingat proses yang lama bila menggunakan Pasal 5, maka demi mempercepat pembangunan kami meminta dukungan Komisi VI agar bisa mengusulkan kepada pemerintah pusat menggunakan Pasl 8 UU itu," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Tim KEK, Muhlis Baay menambahkan, berdasarkan data yang ada, pencurian ikan -- khususnya jenis tuna -- hingga kini masih banyak terjadi.

"Dari data yang kami miliki, ikan-ikan tuna itu dilarikan ke General Santos Filipina," katanya dan menambahkan bahwa kawasan negeri tetangga itu mampu menghasilkan ribuan ton ikan tuna per hari dari ikan-ikan tuna dari Morotai.

Morotai, secara geostrategis berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, di mana daerah itu merupakan wilayah yang berbatasan dengan Filipina.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Morotai, Ismail, menyatakan, daerah itu potensial menjadi lokasi investasi penangkapan ikan tuna, karena perairan Morotai merupakan jalur lintas pergerakan ikan tuna dari laut Pasifik ke perairan Indonesia atau sebaliknya.

Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Refrizal menanggapi paparan potensi Morotai yang disampaikan itu layak mendapat dukungan.

"Kita akan dukung untuk mewujudkannya," katanya.

Dalam kesempatan itu, delegasi "Malut Crisis Centre" juga menyampaikan usulan agar sebelum program 100 hari pemerintah, diharapkan anggota Komisi VI DPR dapat melakukan kunjungan kerja ke Morotai guna melihat langsung kondisi daerah itu.

"Kunjungan kerja ke Morotai itu dapat menunjukkan kondisi sebenarnya sehingga kami harapkan dapat segera dilaksanakan," kata Muhammad Banapon, putra Malut yang baru saja menyelesaikan program magister (S2) di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Sekolah Pascasarjana IPB itu.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010