Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Golkar meminta Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk menunda pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA), karena akan berdampak pada peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) Ade Komarudin melalui siaran pers yang diterima ANTARA News di Jakarta, Jumat, mengatakan banyak industri manufaktur tidak akan mampu bersaing menghadapi serbuan produk China, sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat dan investasi turun yang berdampak pada peningkatan pengangguran dan kemiskinan.

"Bila itu terjadi, bukan tak mungkin akan memicu instabilitas nasional," ujarnya. Karena itulah, lanjut dia, Partai Golkar meminta pemerintah menunda kesepakatan tersebut untuk kepentingan nasional yang lebih besar. Apalagi, menurut dia, negara maju juga sering bersikap sama bila kepentingan nasional mereka terganggu.

"Lihat saja sikap Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya dalam perundingan WTO, mereka berusaha dan sangat melindungi kepentingan nasional masing-masing," katanya.

Selain itu, pihaknya khawatir CAFTA akan berdampak pada ketidakseimbangan neraca perdagangan antara China dan Indonesia, mengingat Indonesia hanya mampu menjual bahan baku primer dan setengah olah, sedangkan China sangat agresif mendorong ekspor produk manufaktur yang difasilitasi pemerintah melalui berbagai insentif dan kebijakan yang mendorong industri negeri itu bisa bersaing secara produktif. "Jadi antara ekspor dan impor kita akan timpang dengan sendirinya," kata Ade.

Apalagi, dalam penilaian FPG, pengembangan industri nasional masih terkendala minimnya infrastruktur, tingginya biaya tranportasi, serta jasa pelabuhan yang masih berbelit. "Dengan kendala yang demikian besar, FPG menilai tidak etis bagi pemerintah membiarkan industri manufaktur nasional `mati` akibat diberlakukannya kesepakatan CAFTA," katanya.

Sesuai dengan kajian FPG, kata dia, sejumlah industri akan terpuruk jika CAFTA dilaksanakan. Industri tersebut adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), petrokimia, peralatan dan mesin pertanian, sepatu/alas kaki, fiber sintetik, elektronik (termasuk kabel dan peralatan listrik), permesinan, rancang bangun, serta baja.

Diakui pihaknya, CAFTA juga membuka peluang pasar baru bagi industri nasional. Oleh karena itu, FPG, lanjut Ade, menyarankan pemerintah untuk meneliti dan mengkaji produk mana yang sudah siap untuk dilepas dalam rangka CAFTA. Bagi produk industri yang belum mampu bersaing, kata dia, sebaiknya pemerintah melakukan perundingan ulang agar produk itu ditunda masukdalam daftar pelaksanaan CAFTA tahun ini.

Lebih jauh, pihaknya juga meminta pemerintah pusat dan daerah untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan dunia usaha agar berbagai kebijakan yang dikeluarkan mampu mendorong daya saing dan kinerja industri di dalam negeri.

"Pemerintah pusat dan daerah harus sinkron dalam mengambil dan menjalankan kebijakan. Selama ini, kebijakan pemerintah pusat, kadang-kadang dijalankan berbeda di daerah, yang tercermin dari banyaknya peraturan daerah yang tidak ramah terhadap dunia usaha," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010