Jakarta (ANTARA News) - Indonesia sampai saat ini belum mengumumkan sikapnya secara resmi terkait dengan liberalisasi penerbangan ASEAN atau yang dikenal dengan open sky policy mulai 2015.

"Kami belum `declare` (umumkan) secara resmi. Namun, drafnya sudah ada. Kalau tidak salah, akan dituangkan dalam SK Menhub akhir bulan ini," kata Dirjen Perhubungan Udara, Dephub, Herry Bakti menjawab pers usai Sholat Jumat di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Salah satu butir dalam drafnya itu, kata Herry, adalah penetapan lima bandara untuk liberalisasi penerbangan di ASEAN. Artinya, tidak semua Bandara internasional di Indonesia sebanyak 27 bandara akan dibuka.

Lima bandara itu yakni Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Bandara Kualanamu, belum operasi (Medan), Bandara Juanda (Surabaya), Bandara Ngurah Rai (Denpasar, Bali) dan Bandara Hasanuddin (Makassar).

Sementara itu, perjanjian regional lainnya juga masih berjalan. "Di luar lima bandara itu, maka untuk bandara lainnya akan diselesaikan dengan skema bilateral," katanya.

Menurut Herry, sikap dan kebijakan Indonesia dalam menyikapi liberalisasi penerbangan ASEAN mulai 2015 akan dibahas lagi dalam pertemuan tingkat pemimpin negara ASEAN di Vietnam pada April 2010.

"Selanjutnya, perjanjian dan komitmennya yang mengikat dalam liberalisasi penerbangan ASEAN itu akan dibahas dan dimatangkan lagi dalam Air Transport Meeting yang didahului dengan Senior Tranport Official Meeting (STOM),Oktober di Brunei Darussalam," katanya.

Akhir tahun lalu, Menteri Perhubungan Freddy Numberi meminta negara-negara ASEAN menunda pembicaraan dan kesepakatan kebijakan open sky sampai pertengahan dan akhir tahun ini.

Hal tersebut disampaikan pemerintah saat mengikuti sidang Asean Transport Meeting (ATM) ke-15 di Hanoi, Vietnam pada 10-11 Desember 2009.

Hambatan tarif
Saat ditanya, apakah saat open sky berlaku di Indonesia di tingkat ASEAN di lima bandara itu sudah benar-benar tidak ada lagi hambatan, Herry menegaskan, hambatannya masih ada yakni tarif.

"Soal tarif masih akan diatur dan mengikuti kaidah tertentu, seperti sesama anggota IATA (International Air Transport Association/IATA) ada kode etiknya," katanya.

Herry juga menambahkan, alasan mengapa Indonesia mengajukan lima bandara itu yang akan dibuka saat liberalisasi penerbangan ASEAN karena kelimanya dinilai paling siap.

"Prakteknya di lima Bandara itu, saat ini sudah mendekati liberalisasi penerbangan angkutan udara," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010