Terjadi pergeseran pola konsumsi
Jakarta (ANTARA) - Rumah tangga di Indonesia terutama yang mengandalkan pendapatan dari wirausaha relatif mengalami dampak yang lebih besar akibat pandemi COVID-19, menurut survei yang dilakukan Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI).

"Terjadi pergeseran pola konsumsi namun tidak mengikuti pola konsumsi secara umum karena secara global cenderung menurun, mengingat baik rumah tangga pekerja dan rumah tangga usaha mengalami penurunan pendapatan," kata Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Dr. Agus Eko Nugroho S.E. M.Econ dalam konferensi pers virtual yang dipantau dari Jakarta, Rabu.

Dalam survei online dampak COVID-19 terkait ekonomi rumah tangga yang dilakukan pada 10-31 Juli 2020 terhadap 1.548 sampel di 32 provinsi, P2E LIPI membagi rumah tangga menjadi dua tipe yaitu yang memiliki pencari nafkah utama sebagai pegawai atau pekerja (79,7 persen) dan wirausaha (20,3 persen).

Survei itu menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga pekerja sebesar 78 persen tetap bekerja atau menjalankan usaha seperti biasa, atau lebih tinggi dibandingkan rumah tangga usaha yang hanya 48 persen.

Sementara itu, sebanyak 17 persen rumah tangga pekerja masih memiliki pekerjaan meski saat ini tengah dirumahkan sementara. Di rumah tangga usaha terdapat sembilan persen yang memiliki kondisi tersebut.

Sekitar 22 persen dari pencari nafkah utama di rumah tangga usaha kini tidak bekerja tapi baru mulai menjalankan usaha, lebih besar dibandingkan dua persen di rumah tangga pekerja.

Baca juga: Survei LIPI : Warga pesimistis pandemi selesai dalam waktu cepat

Baca juga: Pentingnya mengantisipasi kondisi pascawabah

Baca juga: BKKBN perkuat ekonomi keluarga hadapi pandemi COVID-19


Survei itu juga menunjukkan 21 persen dari rumah tangga usaha kini tidak bekerja atau tidak sedang melakukan usaha apapun, lebih besar dibandingkan angka tiga persen di rumah tangga pekerja.

Menurut Agus, hampir seluruh kelas rumah tangga usaha terdampak pendapatannya akibat pandemi COVID-19, dibandingkan di rumah tangga pekerja kelas pendapatan yang paling terdampak adalah dengan upah kurang dari Rp3 juta.

Selain itu, semakin tinggi kelas pendapatan di rumah tangga pekerja maka semakin sedikit yang mengaku mengalami penurunan pendapatan.

Di rumah tangga usaha, sebanyak 92,73 persen dengan pendapatan di bawah Rp1,5 juta mengaku pendapatannya menurun, begitu juga dengan 89,23 persen di kelas pendapatan 1,6 juta-Rp3 juta.

Dibandingkan dengan rumah tangga pekerja, sebanyak 85 persen dengan upah di bawah Rp1,5 juta mengaku pendapatannya menurun dan 65,52 persen dengan upah Rp1,6 juta-Rp3 juta juga mengalami hal yang sama.

"Harus kita sadari bahwa upaya luar biasa harus kita lakukan untuk mendongkrak ekspektasi konsumsi," tegas Agus.

Beberapa rekomendasi dari LIPI seperti memfasilitasi rumah tangga yang memiliki pendapatan tetap dan stabil untuk memiliki keinginan konsumsi, perlunya pemerintah memperhatikan skema keuangan negara yang lebih fleksibel di masa pandemi, dan mendorong aktivitas masyarakat dengan tetap memperhatikan pemahaman serta penerapan protokol kesehatan.

Selain itu, perlu dilakukan juga bias informasi yang dapat mengakibatkan pesimisme untuk melakukan aktivitas ekonomi, memperkuat solidaritas sosial secara masif dan berkelanjutan serta kebijakan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga usaha memerlukan variasi dan fleksibilitas.

Baca juga: Pemerintah kebut bansos tambahan dampak COVID-19

Baca juga: Peneliti: Tiap kebijakan penanganan COVID-19 memiliki efek samping

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020