Jakarta, (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan salah satu keuangan negara karena telah diatur dalam Undang LPS nomor 24/2004.

"Sesuai dengan UU no 24/2004 tentang LPS pasal 88 ayat 3, laporan keuangan di audit oleh BPK, sesuai dengan tugas dan kewenangan BPK dalam UU bahwa BPK mengaudit seluruh keuangan negara," kata ketua BPK, Hadi Purnomo, dalam acara Konsultasi dengan Panitia Khusus Century di gedung DPR Jakarta, Rabu.

Selain diaudit BPK, katanya, LPS juga mendapatkan fasilitas dari negara berupa undang-undang yang mewajibkan setiap bank untuk membayar premi pinjaman.

Menurut dia, kewajiban tersebut juga disertai dengan sangsi bagi mereka yang tidak membayar.

Hal lain yang menguatkan bahwa LPS merupakan keuangan negara adalah adanya setoran modal awal senilai Rp4 triliun dari pemerintah melalui APBN. Untuk itu, menurut dia, keuangan LPS merupakan keuangan negara.

Sementara dalam rapat konsultasi tersebut, terungkap bahwa audit BPK juga menyatakan adanya dugaan sembilan dugaan tindak pidana, di antaranya diduga terjadi manipulasi informasi yang dilakukan Bank Indonesia terkait dengan merger Bank CIC, Bank Danpac, dan Bank Pikko menjadi Bank Century.

BPK menemukan adanya berbagai kelonggaran yang diberikan, di antaranya modal disetor PT Chinkara yang menjadi pemegang saham pengendali untuk merger Bank Century.

BI memberikan keringanan berupa dibolehkannya setoran modal berupa surat-surat berharga tanpa rating. Padahal dalam peraturan BI, hal itu tidak diperbolehkan.

Selain itu, BPK juga mengungkap pengakuan dari Gubernur Bank Indonesia sebelumnya, Burhanuddin Abdullah, bahwa telah terjadi manipulasi informasi seolah-olah ada disposisi dari Dewan Gubenur BI bahwa merger Bank Pikko, CIC, dan Danpac harus dilakukan.

BPK menyatakan, BI dinilai tidak konsisten dalam menerapkan peraturan dimana pemilik Chinkara, M Rafat dan juga Robert Tantular, tidak lulus uji kepatutan dan kelayakan. Namun di kemudian hari hal ini diloloskan.

BPK juga menduga dalam proses pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) oleh BI kepada Bank Century ada kejanggalan karena BI mengubah peraturan terkait FPJP agar Bank Century dapat memperolehnya.

BPK juga menilai patut diduga, penyertaan modal sementara setelah tanggal 18 Desember 2008 tidak mempunyai dasar hukum karena DPR telah menolak Perppu JPSK.

Sementara itu, audit BPK juga mencatat adanya dana dari Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI) di Bank Century, begitu pula dengan beberapa BUMN, meskipun dalam audit yang diutarakan di DPR tersebut, tidak menyebutkan jumlahnya.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009