Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan berpendapat ada banyak faktor penyebab terjadinya "mark-up" (penggelembungan) dalam pengelolaan dana alokasi khusus pendidikan.

"Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya `mark-up` dalam rehabilitasi fisik maupun pengadaan sarana dan alat tulis dalam program dana alokasi khusus pendidikan," kata Ade di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan faktor pertama karena pihak yang berkaitan langsung dengan sekolah seperti orang tua murid dan para guru tidak mengetahui secara pasti mengenai jumlah dan tata cara pengeloaan dana pendidikan.

Informasi yang tidak diketahui, lanjutnya, antara lain mulai dari tujuan program, jumlah anggaran yang diterima sekolah, serta mekanisme penggunaan dana alokasi khusus pendidikan.

Faktor kedua, ujar dia, karena berbagai pihak tersebut juga tidak dilibatkan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan terkait penggunaan dana pendidikan.

"Umumnya sekolah telah menerima jadi paket yang sudah dibuat oleh dinas pendidikan baik yang berkaitan dengan rehabilitasi fisik sekolah maupun pengadaan sarana seperti buku teks pelajaran," kata Ade.

Kalaupun dikerjakan di sekolah, lanjutnya, biasanya akan dimonopoli oleh kepala sekolah.

Sedangkan faktor ketiga adalah tidak adanya mekanisme komplain atau keluhan yang tidak memungkinkan siapa pun, termasuk guru dan orang tua murid, yang menemukan penyimpangan dalam pengelolaan dana pendidikan untuk melakukan pengaduan.

Seharusnya, menurut Ade, baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki tempat yang jelas untuk mengadu, tata cara pembuatan pengadun, dan juga tindak lanjut yang akan dilakukan oleh penerima pengaduan.

Terakhir, faktor keempat adalah buruknya pengawasan internal karena berbagai lembaga pengawas yang ada tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Ia memaparkan, "mark-up" merupakan salah satu pola korupsi dana pendidikan.

Pola lainnya antara lain adalah penunjukkan langsung, pemotongan atau pungutan liar, pengadaan tidak sesuai petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis (juklak/juknis) dan penahanan dana oleh dinas pendidikan setempat.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009