Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid mengatakan, pejabat yang disorot negatif masyarakat seharusnya segera mengundurkan diri selaras dengan Tap MPR Nomor VI Tahun 2001.

"Sesuai Tap MPR No VI/2001, pejabat publik yang mendapat sorotan negatif oleh publik, pejabat itu seharusnya mundur," kata Koordinator Kontras, Usman Hamid.

MPR pernah menerbitkan Tap MPR No VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dengan tujuan antara lain untuk menegakkan etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.

Dalam Tap MPR itu disebutkan bahwa terdapat sejumlah kriteria pejabat untuk mundur, antara lain jika secara moral, kebijakannya telah bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Menurut Usman, dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa pejabat yang terlibat dalam rekaman dugaan rekayasa yang menjerat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mundur karena telah melukai perasaan keadilan yang dirasakan masyarakat.

Ia juga mengungkapkan kekesalannya karena sampai sekarang pengusaha Anggodo Widjojo, tokoh sentral dalam rekaman tersebut, masih belum dapat ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.

Usman berpendapat, kondisi penegakan hukum yang berantakan di Tanah Air bukan tidak mungkin akan membuat Indonesia tidak mendapat penilaian baik di tingkat internasional.
"Kita malu pada dunia internasional," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta mengemukakan, langkah pengunduran diri pejabat publik sejalan dengan amanat MPR yang dirumuskan dalam Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Tap MPR yang status hukumnya tetap berlaku berdasarkan Tap MPR Nomor I Tahun 2003, ujar dia, merupakan produk reformasi yang menjadi panduan bagi para pejabat negara untuk bertindak secara benar yang didasari tanggung jawab, dan masih tetap relevan hingga saat ini.

"Etika politik itu menyerukan kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan," kata Lukman. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009