Jakarta (ANTARA News) - Penasehat Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri), Prof DR Bachtiar Aly menyatakan, tidak akan ada lagi pemanggilan dari Mabes Polri terhadap media massa seperti yang terjadi pada Jumat (20/11).

"Tidak ada lagi pemanggilan kepada media," kata Bachtiar di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, yang terjadi terkait pemanggilan media massa harian Kompas dan Seputar Indonesia pada hari Jumat lalu hanyalah persoalan kesalahpahaman.

Pemanggilan kepada media massa, ujar Bachtiar, antara lain terkait dengan persoalan bila Anggodo menjadi tersangka, maka Polri ingin mengetahui apakah pihak media bersedia menjadi saksi atau tidak.

Namun, lanjutnya, ternyata pemanggilan tersebut masih memakai pola lama yang sifatnya formal dan terkesan otoriter oleh berbagai pihak.

Ia juga mengakui, pemanggilan kepada sejumlah media tersebut dapat dikatakan "di luar kontrol" karena dilakukan oleh pihak Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri.

"Yang terjadi Jumat kemarin terus terang `di luar kontrol`," katanya.

Bachtiar yang juga mantan anggota Dewan Pers itu menegaskan, tidak ada pikiran dan maksud buruk dari jajaran Mabes Polri dalam memanggil pihak media massa.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Nanan Soekarna, di Jakarta, Jumat (20/11) menegaskan, pemanggilan pimpinan media bukan tindakan untuk mengintimidasi wartawan dan tidak terkait dengan laporan Anggodo.

Nanan beralasan pemanggilan pimpinan media untuk memperkuat dan mengarahkan agar Anggodo sebagai tersangka dengan sangkaan enam unsur pasal pidana, yakni pencemaran nama baik, penghinaan, upaya percobaan penyuapan atau penyuapan, tuduhan fitnah dan ancaman terhadap seseorang.

Guna mendukung penetapan Anggodo sebagai tersangka, ujar Kadiv Humas Mabes Polri, maka polisi harus mencari minimal dua alat bukti dan unsur pasal tindak pidananya.

Dewan Pers dan berbagai organisasi media lainnya seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam pemanggilan sejumlah media massa tersebut antara lain karena berpotensi mengancam kebebasan pers.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009