Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI, Emir Moeis mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis malam. Politisi PDI Perjuangan itu tidak bersedia menjawab pertanyaan para wartawan secara panjang lebar.

Emir yang tiba di gedung KPK sekira pukul 21.00 WIB itu mengaku hanya akan melakukan konsultasi. "Saya hanya konsultasi," katanya sambil bergegas memasuki gedung KPK.

Meski mengaku hanya melakukan konsultasi, berdasar informasi, Emir menuju lantai delapan gedung KPK.

Lantai itu adalah tempat bagian penyidikan KPK menjalankan tugas. Para penyidik KPK biasa melakukan pemeriksaan perkara dugaan korupsi di lantai tersebut.

Emir berada di gedung KPK tidak sampai 30 menit. Berdasar catatan dalam buku register KPK, Emir meninggalkan gedung itu pada pukul 21.17 WIB.

Namun, kepergian Emir itu luput dari perhatian wartawan.

Nama Emir Moeis sering disebut dalam kasus dugaan aliran cek dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Dudie Makmun Murod, Endin A.J. Soefihara, dan Hamka Yandhu yang pada saat kejadian menjabat sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI. Kemudian mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Udju Djuhaeri juga berstatus tersangka.

Sebelumnya, Amir Karyatin, pengacara Dudhie mengatakan, dua petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berperan dalam kasus yang menjerat Dudhie sebagai tersangka.

"Ada instruksi dari ketua fraksi TJK sekretaris fraksi PN," kata Amir ketika ditemui setelah mendampingi pemeriksaan Dudie Makmun Murod di gedung KPK.

Amir menegaskan, Dudie hanya menjalankan tugas dari pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di DPR untuk mendukung calon tertentu dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

"Ini konsekuensi yuridis kepada komisi IX khususnya fraksi PDIP untuk mendukung MG," kata Amir.

Secara rinci, menurut Amir, Dudie pernah ditelpon oleh PN untuk mengambil sejumlah uang di sebuah restoran.

Dudie menerima uang itu melalui seorang perantara, namun atas nama PN. Menurut Amir, kliennya lupa nama perantara tersebut.

Uang itu kemudian diserahkan Dudie kepada EM, seorang petinggi PDI Perjuangan dan DPR RI. "Setiap amplop ada namanya," kata Amir tanpa menyebut jumlah yang dimaksud.

Namun, beberapa hari kemudian, Dudhie Makmun Murod membantah keterlibatan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Tjahyo Kumolo dan Emir Moeis, dalam kasus itu.

"Tidak benar Tjahyo Kumolo dan Emir Moeis memberi perintah kepada saya," kata Dudhie setelah menjalani pemeriksaan di KPK.

Dudhie tidak menjelaskan penyataannya secara rinci. Dia juga menolak menjawab berbagai pertanyaan wartawan terkait kasus itu.

Dalam kasus itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah anggota dan mantan anggota DPR, antara lain Nurdin Halid, MS. Hidayat, Achmad Hafiz Zawawi, TM. Nurlif, Baharuddin Aritonang, dan Daniel Tanjung.

Kasus aliran cek itu berawal dari laporan mantan anggota DPR Agus Condro. Politisi PDI Perjuangan itu mengaku menerima cek senilai Rp500 juta setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.

Menurut Agus, sejumlah anggota DPR juga menerima cek serupa.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009